Sabtu, 28 April 2012

Crochet Pattern: Android Pad Pouch


I've got these bulky polyester yarns from Debbie Darmawan, my elder sister based in Canada, who flew far away to Jakarta for holiday last September 2011 (the month of Little Big Rei's arrival).


They are dark green, yellow, chocolate and orange. I wanted to make a crocheted bag out of them, but as usual, felt having so little time to do that. There in my cupboard, at least 3 bags are crying for my attention.with the status of PHD (project half done).

Last week, I've got a gift from my husband: an Android pad (Android Smartphone), Huawei branded, and there came the idea to make its pouch. 
Size of Android pad gadget: wide: 20 cm, length 11 cm, height: 1 cm

Elastic opening for easy pouch usage
Materials:
4 different color-yarns. Here I chose 4-ply polyester, diameter about 2 mm (pic above).
Crochet needle size 7-8.
Lasting elastic, about 25 cm.
Sewing yarns and needle

Look how old this lasting elastic. My mom's wealth. Probably bought in 1980s.
 
So here the crochet pattern.

Line 1: 24 chain
Line 2: sc in ch-22, sc in every next chain, 4 sc in the first ch
Work at the other side (round direction), sc in every stich, but 3 sc in the end-stich
Work with other-color yarn.
Line 3:  Turn back the work panel, fpdc in every stich
Line 4: Work around and move up: sc in every stich, slip stich (sl st)
Line 5: Repeat line 4
Work with other-color yarn.
Line 6 & 7: repeat line 4 and 5.

Work repeatedly until line 43. 
You can change yarn colors in every way you like.

Line 44 (making loops for lasting elastic): 5ch, slip in each stich.
The elastic is inserted in the loops of 5 ch. Tie the elastic and hide behind the 5ch series.
Tidy up by sewing together several 5ch to hide the elastic knot. 

Note: The cut of lasting elastic might loosen its elastic yarns. To make the work more neat, you might need to fold the end of the elastic, attaching it to the elastic body and then sew it. Do it with the other elastic end.


 Add some decorations if you like.

Size of pouch: wide: 22.5 cm, length: 12 cm, height: 1.5 cm

If you need the crochet pattern of decorating flowers seen in the pic, kindly contact me at momma.cuek@gmail.com. It's free!

Have a try and give me feedback should there's any correction needed.

Kamis, 19 April 2012

Baby-led Weaning Part 3: The Funny Things


Melihat Little Big Rei mengenyot-ngenyot dan belepotan dalam acara makan rasanya sudah lucu sekali. Tetapi beberapa kejadian menambah kelucuan, misalnya Rei pipis dan pup di tengah acara makan.

"Hmmm, momma, kayaknya aku pupup deh ..."

Rei biasanya hanya pakai celana pop, tidak pakai popok, kecuali saat berpergian dan tidur di malam hari. Karena Rei masih dipangku ketika makan, baju saya ikutan belepotan urin dan pupup. Kalau pipis, biasanya saya biarkan saja sampai acara makan berakhir. Lagian saya sudah terbiasa ikutan belepotan. Tetapi kalau pup? Waduuh,  kasihan dia dan saya tidak nyaman. Terpaksa saya pause dulu untuk me-lap patpat-nya dan ganti celana baru. Biasanya dia kesal karena acara makan jadi terganggu. Sebenarnya saya agak was-was bila Rei pupup di tengah makan, khawatir bila itu reaksi intoleransi makanan secara langsung. Tetapi saya sendiri belum merasa jelas jawabannya. Apa mungkin dia terlalu excited? Saya kalau sedang excited tentang sesuatu, langsung mules-mules dan finally end up in the toilet! Hahaha. Jangan-jangan Rei menurunkan bakat ini.


Rei juga bisa tiba-tiba ngantuk di tengah acara makan dan merengek-rengek. Makanan dilempar-jatuhkan. Tadinya saya bingung apakah karena tidak doyan atau kenyang. Tetapi Rei nyeruduk-nyerudukkan kepalanya ke payudara saya, ternyata minta nenen dan diboboin. Oalaaa, padahal sebelum acara makan, dia sangat bersemangat *indikasi semangat: kakinya nendang-nendang*. Acara makan langsung dihentikan dan diganti acara bobo. Akhirnya saya yang jadi trash bin, makan makanannya, merasa sayang bila terbuang.


Kebalikannya, Rei juga bisa tertawa ngakak geli di tengah acara makan. Ini karena ulah si kakak Revani (keponakan saya) yang suka mengajak bernyanyi, mengoceh dan beratraksi di depan Rei. Jadi sambil mengunyah, Rei bisa tergelak-gelak. Saya ikutan geli, tetapi khawatir juga bila Rei tersedak. Sedangkan, Reva yang berusia 4 tahunan, sungguh tidak bisa dilarang untuk tidak mengganggu Rei bila sedang makan. Diajak makan bersama juga tidak mau karena perutnya sudah kenyang setelah makan di sekolah.

Gusi Rei sudah mulai gatal, jadi dia lampiaskan pada makanan. Dia gigit-gigit makanan dengan gemas. Seperti dibahas pada posting BLW part 1- Lancar dan Berantakan, Rei bisa memotong makanan keras dengan gusinya, seperti daging melon hijau (yang dekat kulit buah). Syukurlah, ada pelampiasannya, daripada puting PD saya yang digigit-gigit, wataaaww sakitnya mana tahan. Biasanya saking gemasnya, sambil menggigit makanan yang dipegang, Rei mengepalkan tangan satunya lagi yang kosong (tanpa makanan) dan menggoncang-goncang kepalannya, bagai bergaya Briptu Norman dengan lagu India-nya. Hueheheh. 

Begini kalau Rei lagi gemas
Ketika Rei selesai makan, sambil merapikan makanan sisa, saya masukkan satu-satu ke mulut saya *pemulung mode on*. Ada makanan yang masih utuh, ada yang sudah tercabik gusi Rei. Ketika Rei melihat saya makan, dia meraih makanan yang saya pegang dan masukkan ke mulutnya. Wah, tidak ikhlas nih nak?.

Kadang Rei bisa tidak mood sama sekali untuk makan sesuatu. Setiap mengambil makanan dan memasukkan ke mulut, dia merengek-rengek dan melempar makanannya. Saya coba ganti makanan, tetapi dia tetap tidak bergairah.  Saya belum mengerti mengapa, tetapi akhirnya menyimpulkan: yah, namanya juga baby-led. Okelah nak, you’re the boss! Momma nurut saja. Kita maen-maen yuk.

Baby-led Weaning Part 2: Rei’s Food and His Intolerances

Dengan pendekatan atau metode Baby-led Weaning, Little Big Rei (6 bulan, 23 hari) makan dua kali sehari, mungkin akan menjadi tiga kali sehari seiring bertambah usia dan kebutuhannya. Di pagi hari, Rei makan sayur dan di sore hari makan buah. Tetapi kadang jadwal ini bisa berubah tergantung kondisi.

Sejauh ini, Rei sudah makan:
Sayur: brokoli, kembang kol, labu siam, timun, terong, buncis, wortel, jagung bayi. Semua sayuran ini dipotong menjadi batangan  yang dapat digenggam dan dikukus. Buah: apel kukus, kiwi, melon, pear kukus, pisang, pepaya, jeruk baby, alpukat.

Rei paling antusias makan brokoli, jeruk baby, alpukat dan melon. Buah yang tidak disukai Rei adalah apel washington (apel berkulit merah ungu). Mengapa ya kalau makan apel kukus, Rei kurang antusias? Mungkin karena rasanya asam? Tetapi apel ini tidak menimbulkan alergi pada Rei.

Bersama poppa makan brokoli. Kadang-kadang poppa bandel, nyolong brokoli Rei.

Setelah konsultasi dengan DSA, Little Big Rei belum boleh makan telur paling tidak selama setahun dan belum boleh makan seafood, paling tidak selama dua tahun. Dalam beberapa posting sebelumnya, saya bercerita tentang menurunnya riwayat alergi pada Rei dari orangtuanya (lebih banyak dari poppa-nya). 

Sayur dan buah dikatakan oleh DSA sebagai less-allergenic food. Namun ternyata tidak terlalu demikian pada Rei. Kulit Rei ternyata sensitif terhadap getah. Rei intoleran terhadap terong dan labu parang. Setelah makan kedua sayur dan buah itu, ada banyak ruam merah di area kontak langsung, yaitu dagu, mulut dan pipi. Ruam yang disebabkan terong masih lebih besar daripada ruam dari labu parang. Menurut artikel ini dan ini, kontak langsung dengan terong oleh bayi atau toddler memang dapat menyebabkan ruam pada wajah. Terong memiliki konsentrasi histamin yang tinggi, serta protein dan pigmen potensi alergi. Karena reaksinya jelas dan cepat, saya tidak memberlakukan 4-day rule lagi, langsung STOP! Kasihan Rei.

Setelah makan terong kukus ini, Ompung boru (nenek) laporan ada ruam besar-besar di wajah Rei
Getah dari timun juga sedang diselidiki. Setelah makan timun, Rei berbintik merah (bukan ruam besar) di sekitar dagu dan mulut. Pemberian timun harus diulang lagi untuk melihat reaksinya. Selain itu, setelah makan pepaya, besoknya Rei pupup sampai 4 kali sehari, yang lebih cair dari biasanya. Saya belum coba memberikannya pepaya lagi. Kasihan nanti dubby—nya merah-merah karena keseringan pupup.

Di suatu hari Minggu, Rei berpiknik di Taman Wiladatika Cibubur, makan timun dan jeruk baby

Untuk buah yang teksturnya lembut dan sulit dipegang oleh Rei, seperti pisang dan alpukat, saya modifikasi teknik pemberian makannya. Buah pisang bisa dipegang oleh Rei. Sebelum dibuka kulitnya, buah pisang dicuci, kemudian dikupas sampai meninggalkan sedikit kulit di bagian bawah untuk dipegang Rei dengan tangan. Rei bisa mencaplok daging pisang di atasnya. Tetapi daging pisang akhirnya patah dan blenyek *apa sih bahasa yang tepat?*, jadi saya kerok daging buahnya dengan sendok silicon merk Tollijoy dan menawarkannya pada Rei. Kalau sudah melihat sendok favoritnya itu, Rei langsung cepat-cepat meraihnya. Daging pisang di sendok lantas dicaplok.

Sedangkan untuk alpukat, tangan Rei belum bisa merauk dagingnya yang lembut, meski dia sudah mengubek-ngubek alpukatnya. Padahal dia suka sekali alpukat. Akhirnya langsung saja saya tawarkan alpukat dengan sendok, tetapi tidak disendoki. Rei menyendoki dirinya sendiri. Mudah-mudahan teknik ini masih bisa disebut BLW. Yang penting buat saya, Rei belajar dan makanan yang terbuang minimal.


"Tolong doong, foto aku!'
"Buahnya lembut, tapi kok nyangkut ya?"
"Eeeeits... salah masuk!"


Baby-led Weaning Part 1: Lancar dan Berantakan!

Tak terasa sudah 23 hari Little Big Rei makan makanan padat dengan metode Baby-led Weaning (BLW).  Senang sekali  rasanya melihat Rei antusias pada makanan. Jadwal momma makin padat, sampai tidak lancar update blog nih.  Tetapi rasanya cerita ini harus ditulis, karena ini momen terpenting untuk hidup saya dan Rei.

Sebelumnya, saya pernah membahas definisi dan gambaran metode Baby-led Weaning di postingan ini. Baby-led Weaning (BLW) adalah pendekatan atau metode penyapihan bayi melalui pemberian makanan padat yang dipimpin atau dikendalikan oleh bayi. Bayi tidak menjadi subjek pasif (tidak disendoki), tetapi makan sendiri. Mengenyangkan bayi bukanlah tujuan akhir, karena sampai usia setahun, bayi masih dikenyangkan oleh ASI. Metode BLW lebih mengutamakan proses. Dengan makan sendiri, bayi dilatih untuk meraih, menggenggam, membawa makanan padat ke mulut dan mengunyahnya. Selain latihan koordinasi motorik (mata, tangan, rahang), bayi juga merasa senang karena acara makan adalah sebuah permainan.

Dengan metode Baby-led Weaning, bayi ASI/sufor yang memasuki usia 6 bulan tidak diberikan bubur dan puree. Jenis makanan lembut ini tidak perlu diberikan lagi (diloncati), karena sistem pencernaannya sudah siap untuk menerima makanan bertekstur kasar. Bayi belajar merasakan berbagai rasa dan tekstur asli dari makanan padat. Jenis makanan pada tahapan awal adalah batangan sayur dan buah, serta potongan daging dan ikan yang diolah. Makanan sedapat mungkin dipotong atau dibuat seukuran kepalan atau genggaman tangan bayi. Makanan seperti ini sering disebut sebagai finger food. Bayi yang sedikit lebih besar dapat menggunakan sendok untuk makanan yang lebih halus, misalnya nasi.

Nah, bagaimana ceritanya Rei dan BLW?

Little Big Rei (6 bulan, 23 hari, 9 kg) belum bisa duduk tegak sendiri, jadi belum bisa duduk di kursi makan, masih harus dipangku dan ditopang selama makan agar tidak membungkuk atau merebah. Syukurlah, momma cuek tidak perlu merasa bersalah karena belum sempat membeli kursi makannya *ngeles ;p*. Belakangan, karena banyak makanan yang jatuh dan saya merasa sayang melihat makanan terbuang, akhirnya Rei yang tadinya dipangku di depan meja makan, kini makan di matras yang bersih. Makanan yang jatuh ke matras bisa dipungut dan dimakan lagi. Saya agak sedih juga sih, Rei belum bisa makan bersama anggota keluarga di meja makan. Sebentar, suatu saat nanti ya nak!

Apa saja makanan yang dimakan oleh Rei? Saya tulis di BLW Part 2 - Rei's Food and His Intolerances, yang membahas khusus tentang makanan, biar posting ini tidak kepanjangan dan masih enak dibaca.

Sejauh ini, acara makan Rei LANCAR dan BERANTAKAN!

LANCAR, karena Rei sangat menikmati berpesta dengan makanan. Dia sudah bisa meraih makanan dari piring, menggenggam dan membawa makanannya masuk ke mulut.  Dia memotong makanan dengan gusinya. Kadang saya terheran-heran, ternyata bisa juga ya bayi yang tidak punya gigi itu memotong makanan yang cukup keras dengan gusinya, misalnya buah melon bagian bawah (dekat kulit). Rei juga mampu menghisap sari makanan dan mengunyah dengan lidah dan ludahnya. Kami bisa mendengar bunyi hisapannya.

Sepertinya Rei senang menjadi pengendali segala sesuatu, termasuk acara makan. Dia selalu ingin terlibat dalam banyak hal, padahal usianya masih segitu. Tangannya semakin panjang dan aktif meraih apapun. Saya tidak bisa membayangkan bila MPASI konvensional yang diterapkan pada Rei. Pasti saya dan dia berebutan sendok!

BERANTAKAN, karena ya namanya juga BLW. Expect the mess! Makanan belepotan di wajah, baju saya, bajunya, matras, dll.  Ini mungkin sebanding dengan dapur yang berantakan bila saya memilih MPASI konvensional. Tetapi segala sesuatu bagi saya harus dibikin praktis dan mudah. Semua yang belepotan di badan Rei dan matras tinggal diusap dengan alas ompol (dari Baby Oz atau Renata), beres! Noda di kain seperti ini mudah sekali dicuci.

Mulanya Rei masih dipakaikan baju ketika makan, tetapi sekarang saya bugili, hahaha. Maksudnya saya telanjangi  dadanya, biar saya bebas tekanan pikiran akan noda-noda bandel pada pakaian. Sekalian Rei bisa merasakan sari-sari dan potongan sayur-buah yang menetes jatuh dari mulut ke dadanya. Nyaaamm, menambah kenikmatan.

Tangan kiri pegang brokoli, tangan kanan pegang wortel

Rei yang belepotan makanan malah disukai orang-orang di rumah, karena menambah kelucuannya. Aksinya menyedot makanan sambil telanjang dada dengan wajah belepotan menjadi objek foto. 

Acara makan hanya berlangsung sekitar 30 menit—1 jam. Langsung kelihatan bila Rei ingin mengakhiri acara makan, misalnya melempar-lempar makanan dan piring atau merengek minta selesai.

 "Mungkin yang ini lebih lezat dari brokoli...".

Kadang Rei mengulum makanan terakhir di mulut sangat lama, jadi saya harus sabar memangkunya tegak lurus sampai dia mengunyah dan menelan semuanya.

Ini tanda-tanda acara makan harus berakhir. Makanan ditumpahkan. Piring dilempar. Tinggal sabar menunggu makanan yang dikulum selesai dikunyah.

Lessons-learnt dalam penyapihan dengan BLW:
1) Benar-benar harus sabar. Bayi adalah pengendali. Momma cuek juga pengendali sih, tetapi pengendali rasa ingin mengendalikan (mengontrol). Heheheh.
2) Tidak panik bila Rei sedang gagging (mengalami sedikit penyumbatan makanan di leher), meski sejujurnya saya dagdigdug dan sedikit takut. Kuncinya: sabar menunggu Rei mengatasi penyumbatan dan melepeh makanan. Tetap menopang dia duduk tegak.
3) Memperhatikan sensitivitas dan intoleransi Rei terhadap makanan (sayur dan buah sekalipun). Memutuskan perlu tidaknya aturan 4-day rule. Ini dibahas dalam posting BLW part 2: Rei's Food and His Intolerances.



Pembelajaran lain yang membuat saya terperangah adalah ternyata pemenuhan HAK PARTISIPASI ANAK yang ada di dalam Konvensi Hak Anak (UN Convention on the Rights of the Child) sebenarnya dapat dipraktikkan pada bayi!, bukan hanya pada anak yang sedikit besar, yang sudah bisa menyampaikan ide dan pendapat. Hak partisipasi dipenuhi dengan memberikan kesempatan pada bayi untuk makan sendiri, membiarkannya memutuskan kapan mau makan, kapan selesai makan, memilih makanan yang disukai dan tidak disukai, tidak memaksanya untuk makan banyak atau tidak perlu memaksanya bila memang sedang tidak ingin makan.  Dalam proses ini, orangtua tetap berperan menjadi pemandu dan pelayan anak yang menyediakan makanan bergizi dan bersih, membimbing tentang cara makan, mengantisipasi resiko alergi, dll.


Sabtu, 07 April 2012

Yesus dan Murid Perempuan

Siapakah yang setia mengikuti Yesus ketika DIA memikul salib, mati dan bangkit kembali? Perempuan! Mereka adalah Maria Magdalena, Maria ibu dari Yakobus dan Yusuf, dan juga ibu anak-anak Zebedeus (dalam Matius 27: 56, dia tidak dicantumkan namanya). Merekalah yang pertama kali mengetahui bahwa kubur Yesus telah kosong dan menyaksikan langsung bahwa Yesus telah bangkit. Mereka pula yang menjadi pekabar pertama tentang berita baik ini kepada pengikut-pengikut Yesus lainnya.

Perempuan-perempuan ini adalah MURID SETIA YESUS.   

Sayang sekali, umat Kristen sejak kecil selalu diajarkan bahwa hanya ada 12 murid Yesus dan semuanya adalah laki-laki. Padahal ada banyak perempuan yang mengikutiNya di jaman itu. Mengapa pengikut Yesus yang perempuan tidak disebut juga sebagai murid Yesus?  Sejarah (termasuk teologia) dikonstruksi sedemikian rupa oleh manusia yang didominasi oleh tutur laki-laki, yang menyembunyikan cerita tentang perempuan. 

Pada jaman Yesus, peran perempuan dibatasi, dikucilkan dan tidak diperhitungkan. Sikap Yesus yang sangat menghormati perempuan sangat revolusioner di jaman itu. Ada banyak kisah tentang perlakuan Yesus terhadap perempuan, yaitu terhadap janda, perempuan pelacur dari Samaria, perempuan yang mengurapi Yesus, dll. Yesus pun mempercayakan kepada perempuan untuk memberitakan kebangkitanNya. Silahkan baca sendiri Alkitab. 

Mengapa di jaman ini, perempuan masih saja belum merdeka dari diskriminasi?

Dalam suasana Paskah ini, mari mengingat bahwa Yesus sendiri tidak membedakan perlakuan bagi laki-laki dan perempuan. Dalam Kristus Yesus, tidak ada pembedaan antara hamba atau orang merdeka, antara laki-laki atau perempuan. Semua berhak menerima janji Allah: KASIH KARUNIA (Galatia 3 : 28—29). 

Selamat merayakan Kebangkitan Yesus. Rasakan rohnya menyala-nyala, melingkupi kita. Tuhan itu baik!

Selasa, 03 April 2012

Saya Beruntung Belajar di Sini !


Mengapa perempuan dan laki-laki diperlakukan secara berbeda dalam berbagai budaya dan adat? Mengapa laki-laki lebih diistimewakan dengan hak, kedudukan dan keleluasaan? Sedangkan perempuan dengan pembatasan dan beban ganda?

Mengapa pembangunan lebih berpihak dan berprioritas pada mayoritas ide laki-laki? Mengapa perempuan harus meninggal karena melahirkan? Mengapa perempuan tidak disekolahkan? Mengapa perempuan bersekolah tinggi akhirnya sulit bekerja di luar rumah? Mengapa perempuan harus bekerja ke luar negeri dan pulang menemukan suaminya kawin dengan yang lain? Mengapa perempuan harus menikah dini (kadang pada usia 12 tahun), menjadi istri kedua, ketiga, keempat, dari laki-laki seusia kakeknya dan berakhir dalam perceraian? 

Mengapa manusia menyikapi tubuh perempuan secara munafik? Mengapa di satu sisi, tubuh perempuan dituntut untuk ‘cantik’, tetapi di sisi lain sangat dibenci? Diam-diam pribadi manusia  mengagumi tubuh perempuan, tetapi membencinya secara beramaian. 

Mengapa konsep kecantikan harus tentang kulit putih dan langsing? Mengapa media dan kapitalis merepresentasikan perempuan secara tidak adil: sebagai yang lemah dan jahat atau dikomodifikasikan setara dengan barang dagangan?

Mengapa perempuan banyak diatur sampai pada ranah berpakaian? Mengapa tubuh perempuan yang dipersalahkan untuk urusan merosotnya moral Negara? Mengapa manusia tidak membuat aturan bagi laki-laki untuk mengendalikan pikiran dan syahwat? 

Mengapa tubuh yang dibenci itu harus mengalami kekerasan demi kekerasan? Mengapa perempuan babak belur di rumah sendiri? Mengapa perempuan banyak diperdagangkan? Mengapa perempuan yang dilacurkan dan yang terpaksa melacur dihinakan dan dikriminalkan, sedangkan dengan bercengkerama, saya kenali mulianya hati mereka?

Mengapa masyarakat selalu ingin keseragaman dan membenci keberagaman yang adalah apa adanya? Mengapa masyarakat begitu bersekat dan berpagar dengan berbagai macam prasangka? Mengapa yang mayoritas menekan minoritas? Dan mengapa akhirnya perempuan dan anak paling menjadi korban kebencian ini?

Mengapa dan mengapa?

...

Budaya patriarki dan kapitalisme jawabannya dan semua persoalan relasi kekuasaan dan peran terurai di dalam kelas. Ya, di kelas. 

Adalah keberuntungan bagi saya untuk bisa bersekolah di Program Pascasarjana - Program Studi Kajian Wanita - Universitas Indonesia (sedang beralih nama menjadi Program Studi Kajian Gender). Ini tempat di mana saya belajar mengenali diri sendiri lebih dalam dan mengenal lingkungan sekitar. Ada proses refleksi yang indah dan tak terlupakan. 
Berontak dan meraung sebentar, lalu tenang dan berstrategi.

Di kelas ini, kemampuan analisis kritis mengenai diskriminasi vs keadilan diasah, sebagai modal awal menjadi ahli kajian gender yang handal, yang siap menyumbang pemikiran dan tindakan untuk membangun masyarakat dan negara yang adil gender.

Pertanyaan demi pertanyaan harus dijawab: Bagaimana membantu perempuan terbebas dari segala bentuk diskriminasi dan memperoleh hak-hak praktis dan strategisnya? Bagaimana melakukan analisis gender dan mendeteksi diskriminasi? Bagaimana ketimpangan gender diatasi? Bagaimana mengintegrasikan kesetaraan gender dalam pembangunan? Bagaimana membantu korban kekerasan tanpa menyudutkan dan mengkriminalkan? Bagaimana perempuan dan laki-laki saling bekerjasama membangun masyarakat yang berkeadilan gender? 

Keahlian penelitian dilatih sehingga siswa/i mampu menelaah secara tajam, sistematik, konseptual dan empirik, serta melahirkan penelitian dengan rekomendasi yang kritis, praktis dan efektif.  

Kini, kelas Pascasarjana Studi Kajian Wanita- Universitas Indonesia sedang dibuka kembali. Jika Anda memiliki passion untuk membantu diri sendiri, perempuan dan laki-laki untuk mewujudkan dan menegakkan kesetaraan gender, mari belajar di sini dan bergabung dengan para alumni.

Daftarkan segera diri Anda secara online. Pendaftaran ditutup tanggal 06 April 2012.

Profil Program Studi Kajian Wanita UI di sini 
Informasi panduan pendaftaran ada di sini
Informasi biaya & jadwal pendaftaran  ada di sini

Psst..psst, kabarnya ada BEASISWA TERBATAS dalam bentuk keringanan membayar biaya pendidikan sebanyak 50 % (dengan persyaratan khusus).