Jumat, 27 Januari 2012

The Funny Things about Little Big Rei

Reistar Christopher Silaban is my lovely baby boy. Yesterday, he was exactly 4 (four) months and got his DTP vaccine. I call him Little Big Rei, because he’s a little boy in a big size. He grows fast and gets smarter each day. There is always a new funny thing about him time by time. And overall, he’s a baby who knows what he wants:



1)      Insisting to have a walking nursing.

2)      Pretending to sleep in my hands. When I put him lying on bed, his eyes were suddenly brightly opened *wink. There I should go carrying him again for lullaby.

3)      Every morning around 4AM, he wakes up and observes the room windows. When it’s still dark out there, he’s just calm and plays with himself, while momma and pappa are still sleeping. And when the light slowly comes into the room, he wakes all of us up by whimpering and moving his legs and hands, asking for an outing walk. This activity is a must! He likes the blue sky and all the trees in the housing complex.

4)      Asking for massage and bathing when the clock time sets. He just knows his schedule!

5)      Nonstop babbling and screaming, practicing his voice.

6)      Experiencing all kinds of facial expressions at a time: crying, boring, smiling and laughing. His pediatrician said babies in his age attract attention by mimicry and manipulation. Anyway, I don’t like that words, but I agree that Little Big Rei now looks for more attention than before.

7)      Asking a whole package when really sleepy: I should nurse, touch his heads, light blow his bottom and give him a hand fan. All at one time. There was a moment when I did all of them, but he still cried. And in the end, I realized that he also wanted me to sing his song!!!  I created some lullaby songs for him. He’s drifted away and falls asleep when I’m singing them.

8)      Enter his fingers deeply into his mouth. When he punches too hard and it’s painful, he screamingly cries and is angry to me. Hmm, I don’t like this new activity. Not only because it’s unhygienic. It seems that his fingers replace my nipples. I feel that he sucks momma’s milk less than before.

Dear Little Big Rei, sometimes momma just doesn’t understand you. But I learn about you from you. You are my instructor. Like you, I’m also getting smarter.  I love you nak, just the way you are!

Suami Penentu Jenis Kelamin Bayi

Ternyata banyak orang tidak mengetahui bahwa penentu jenis kelamin bayi adalah laki-laki (suami). Perempuan (istri) sering disalahkan karena melahirkan bayi laki-laki melulu atau bayi perempuan melulu. Ini terjadi apalagi di keluarga yang budaya patriarkinya kuat, yang mengutamakan memiliki bayi laki-laki daripada perempuan, misalnya suku Batak *sebut suku saya sendiri aja deh*.

Masih ingat tidak waktu kita di bangku sekolah? Masa-masa paling indah, ya masa-masa di sekolah. Halahh. Maksudnya, masih ingat tidak waktu kita belajar biologi di bangku SMA? Ada pelajaran tentang kromosom manusia. Laki-laki memiliki kromosom XY, sedangkan perempuan memiliki XX. Setiap sperma (kecebong) laki-laki hanya memiliki satu kromosom: X atau Y (bukan X dan Y). Sedangkan sel telur memiliki satu kromosom X. Jadi, kalau kecebong X bertemu dengan sel telur X, maka pasangan suami istri akan menghasilkan bayi perempuan (XX). Sedangkan, bila kecebong Y bertemu dengan sel telur (X), maka bayi yang dihasilkan adalah laki-laki (XY).

Dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi, manusia sekarang bisa meningkatkan probabilitas kelahiran bayi dengan jenis kelamin yang diharapkan. Misalnya: dengan memisahkan kecebong X dan Y, dan menembakkan salah satu kelompok ke arah uterus istri agar bertemu dengan sel telur. Kelompok kecebong X disemprot ke arah uterus bila pasangan suami istri menginginkan bayi perempuan, atau kelompok kecebong Y yang disemprot bila pasangan ingin bayi laki-laki.

Ada juga cara yang lebih natural untuk meningkatkan probabilitas ini, misalnya dengan mengkonsumsi makanan tertentu atau berhubungan seks dengan memperhatikan jadwal ovulasi istri. Saya tidak ingin membahas banyak tentang cara-cara ini, karena banyak kok artikel tentang ini di internet. Lagian, saya bukan pakar fertilitas. Silahkan di-googling.

Intinya, saya ingin menyampaikan bahwa perempuan memiliki rahim sebagai rumah berkembangbiaknya janin, tetapi kromosom perempuan bukan penentu jenis kelamin bayi. Sebelum mengomeli atau sinis kepada perempuan tentang kegagalan melahirkan anak dengan jenis kelamin yang diharapkan, sebaiknya pelajari dulu tentang pelajaran dasar tentang kromosom ini. Kemudian manfaatkan pengetahuan modern agar membantu terpenuhinya harapan memperoleh anak atau keponakan atau cucu dengan jenis kelamin yang diinginkan. Tetapi yang lebih penting, jenis kelamin apapun bayi kita, tetap disayang-sayang ah, jangan ditolak dong.

Gambar diambil dari sini

Rabu, 25 Januari 2012

My Game is A Fair Play

Kamu pasti tahu itu moto apa. Tuh kan tahu itu moto FIFA,  yang bannernya selalu digelar sebelum pertandingan apapun dan di manapun di bawah FIFA. Saya suka moto itu, karena mengingatkan pemain dan penonton pertandingan bola bahwa kalau mau main, ya yang bersih dong, yang  sportif dan adil. Paling malas kan kalau nonton pertandingan bola yang pemainnya main curang atau kasar? Maunya kita sorakin saja. Lebih malas lagi kalau penontonnya reseh: berantem, main petasan, laser, mercon, dll.

Tetapi coba amati deh, meskipun sudah dibentang banner “My Game is A Fair Play” di awal pertandingan, tetap saja ada pemain yang tidak ‘fair’, misalnya diving, kasar kepada lawan, berantem,  tidak mau diberikan kartu kuning padahal jelas melanggar peraturan, memaki wasit, dll. Begitu juga penonton, ada yang menganggu konsentrasi tim lawan pakai laser atau ada yang emosional dan membuat gaduh. Nah, itulah manusia. Demi menang, jadi tergoda untuk tricky.

Ngomong-ngomong, moto ini sebenarnya perlu dipraktikkan di kehidupan sehari-hari, apalagi di dunia karir atau hidup berkantor. Saya masih ingat trik-trik dan persengkongkolan rekan sekantor dalam menjatuhkan saya di depan bos dan membuat saya tidak betah di kantor. Saya juga menyaksikan orang-orang penjilat picisan yang bermanis di depan bos demi naik pangkat atau gaji.  Ada juga penjilat kakap yang menutupi aksi korupsinya dengan memuji-muji bos supaya si bos mabuk kepayang dan tidak bisa mendeteksi kejahatannya. Nah, coba amati deh. Biasanya penjilat itu tidak begitu cerdas dalam bekerja. Ketrampilan dan prestasi pas-pasan, kadang tidak profesional dan sering cuci tangan dari tanggungjawabnya. Karena itulah, mereka perlu trik untuk sukses, yaitu jilat sana, tendang sini.

Sementara saya? Bukan mau membersihkan diri, tetapi saya tipe orang yang tidak pandai bermanis-manis untuk mendapatkan keuntungan atau perhatian. Rasanya lidah ini kelu kalau mau melakukannya. Saya lebih memilih menunjukkan kualitas saya lewat hasil kerja. Kalau hasil kerja saya oke, pasti bos suka sama saya. Jadi tidak usah menjilat supaya bisa disukai.  It’s a fair play.

Nah, kembali ke moto FIFA, kalimat ini bagus sekali untuk disampaikan kepada generasi muda (anak-anak dan remaja). Mungkin itu mengapa kain dengan moto ini ikut dibentang oleh sekelompok anak atau remaja sebelum pluit (tanda pertandingan FIFA dimulai) ditiup, yaitu supaya anak-anak belajar untuk ‘fair’ sejak dini. Semoga bukan hanya pandai mengucapkan moto, tetapi anak-anak dapat menerapkan perilaku ‘tidak curang’ dalam kehidupan sehari-hari.

Lihatlah Negara ini, awut-awutan dengan korupsi yang kronis dan menjijikkan, sehingga menyebabkan rakyatnya menderita, sakit hati dan putus asa.  Ini karena pemimpin dan pejabat (baca: orang dewasa) di dalamnya tidak bisa bermain ‘fair play’. Mungkin juga bukan karena kurang cukup mendapatkan pendidikan ‘fair play’, tetapi karena aji mumpung. Mumpung menjabat dan masanya terbatas, ya sibuk deh memperkaya diri dan tidak memiliki waktu dan hati untuk belajar menghargai orang lain (rakyat).

Sebagai seorang momma, saya ingin agar anak saya Little Big Rei memberlakukan ‘fair play’ di kehidupannya. Maka saya selalu berdoa, bahkan sejak dia masih berada dalam kandungan, agar dia hidup lurus, tidak korupsi, tidak merugikan orang lain, menjadi sosok teladan, yang berguna bagi sesama. Dan tiap malam saya membisikkan kepadanya: “Your game should be a fair play, nak!”. Dengan inilah saya membantu Negara memberantas korupsi.



Foto diambil dari sini

Selasa, 24 Januari 2012

Pink Phobia

Ketika hamil, sewaktu Little Big Rei ada di dalam perut, saya baru sadar bahwa ternyata banyak sekali mommas yang takut memakaikan baju warna pink pada anak laki-lakinya. Suatu kali waktu sedang ikut senam hamil, saya bertanya pada seorang momma tentang jenis kelamin bayinya. Dia bilang sudah 4 (empat) kali pindah dokter kandungan. Dua dokter bilang calon anaknya berkelamin laki-laki, dua dokter lagi bilang perempuan. Jadi dia belum tahu betul jenis kelamin bayinya. Lalu dia bilang, untuk amannya, dia tidak beli baju-baju warna pink untuk bayinya.

Di lain waktu, saya belanja barang-barang persiapan hadirnya Little Big Rei di ITC. Ketika sedang pilih warna baju dan celana, si mbak penjaga bertanya: “Dedeknya laki atau perempuan, biar saya bantu pilihin warnanya”. Saya bilang: “Laki-laki mba. Emang kenapa?” . Dia jawab: “Ya, kalau laki-laki, yang pink engga usah dimasukin (ke plastik)”. Saya lanjut bilang: “Loh, saya malah maunya ada pinknya, masukin aja mbak.” Si mbaknya heran tetapi nyengir.  Dia lanjut menjelaskan bahwa kebanyakan pembeli yang menunggu kelahiran anak laki-laki biasanya tidak mau membeli peralatan bayi berwarna pink.

Kasihan si warna pink yang bagus itu, dilabelkan cuma boleh melekat pada anak perempuan. Orangtua takut kalau anak laki-lakinya pakai baju pink, nanti akan bertumbuh jadi  banci atau “kecewek-cewekan”.  Sementara sebaliknya, anak perempuan terlalu didorong-dorong untuk memakai barang berwarna pink: baju, mainan, alat tulis, tas, dll, yang saya bahas di sini.

Ah, padahal pink ini hanyalah sebuah warna. Dan padahal lagi, banyak loh laki-laki yang suka pink. Contohnya: ayah saya gemar pakai kemeja warna pink. Waktu pernikahan saya, dia pakai kemeja pink dan jas ungu!.  Contoh lain, lihat tuh artis korea laki-laki, makin tampan dengan baju modis warna pink.

Kasihan kan anak laki-laki yang tidak bisa memilih sesuai keinginannya. Saya yakin banyak laki-laki lain yang kepincut dengan warna pink, tapi mengurungkan niat karena takut diledekin atau tidak berani cuek.

Nah, saya momma yang ingin anak laki-lakinya suka berbagai warna, termasuk pink. Semoga Little Big Rei se-ide dengan saya dan tidak malu waktu melihat fotonya ini.

Anak Perempuan Juga Jagoan

Seorang pramuniaga di sebuah Department Store bertanya kepada saya waktu saya sedang hamil tua: “Udah tahu belum bu, jagoan atau cewek anaknya?”. Di lain waktu, paman saya bilang sambil nunjuk perut saya: “Kalau bisa, jagoan ya dia” *hmmm, dasar Batak, maunya anak laki doang, kesal *. Ada lagi teman yang ketika saya tanya jumlah anaknya, dia menyahut: “Dua jagoan, satu cewek.”

Jagoan yang dimaksud apa sih? Mungkin berarti pahlawan baik hati yang suka membantu mahluk lemah, pejuang perkasa, inovator, ahli robot, ahli mekanik, dll. Memangnya cuma anak laki-laki yang bisa begitu? Anak perempuan juga sangat bisa jadi jagoan.

Sejak lama,  masyarakat menaruh ekspektasi yang berbeda terhadap anak perempuan dan laki-laki. Anak perempuan didorong-dorong memakai barang dengan tokoh-tokoh princess (putri) berkulit putih, berhidung mancung dan berambut panjang  mengkilat. Pada suatu saat, putri ini diharapkan memikat pangeran tampan. Sebaliknya, anak laki-laki diharapkan menjadi jagoan, diberikan mainan mekanik dan barang-barang berbau ‘hero’, semacam spiderman, superman, batman, dan ‘man-man’ lainnya. Film-film mempromosikan penokohan bergender ini.

Bisnis industripun memperparah pemisahan gender ini. Barang-barang kebutuhan anak dipisahkan menurut stereotipe gender. Baju, mainan, tas, dan kebutuhan lain untuk anak perempuan didisain dengan warna pink dengan gambar putri. Sedangkan barang untuk laki-laki dibuat berwarna biru atau hitam, dengan gambar tokoh jagoan.

Apakah ekspektasi tersebut menguntungkan atau merugikan anak? Menurut saya, ekspektasi ini lebih banyak merugikan perempuan. Kasihan lho, anak perempuan didorong-dorong untuk secantik princess, padahal dia berpenampilan khas-nya. Lagian, apa kita mau kalau anak perempuan sejak dini diarahkan hanya untuk bermimpi dipinang pangeran tampan, padahal masih banyak impian yang lebih bermakna? Anak perempuan terlalu didorong untuk bermimpi tentang kebahagiaan yang bergantung pada laki-laki (orang lain) dan bukan kebahagiaan tentang dirinya sendiri. Lalu ketika sudah besar dan dekat dengan laki-laki, perempuan malah sering dibilang ‘kegatelan’. Serba salah kan?

Anak perempuan sesungguhnya tertekan dan stres akan tuntutan gender ini. Sudah saatnya kita merubah pandangan jadul tentang gender ini. Kita harus mengoptimalkan karakter, kemampuan dan kapasitas anak perempuan jauuuuuhh dari sekedar ingin menjadi ‘princess’ yang dipinang laki-laki ganteng. Lagian, banyak anak perempuan suka dan ingin jadi jagoan, dan mereka perlu diarahkan untuk menjadi salah satunya. Menjadi pejuang negara yang kuat dan hebat, pemimpin teladan, penemu teknologi, tokoh inspiratif, pemersatu masyarakat, pencinta lingkungan, tokoh yang menolong yang lemah dan yang bermanfaat bagi sesama, dll.

Ada sangat banyak tokoh jagoan perempuan, tetapi sejarah lebih suka mempromosikan jagoan laki-laki, Jagoan perempuan terkenal misalnya Marie Curie, Rasuna Said, Cut Nyak Dien, Kartini, Lady Diana, Mother Teresa, Indira Gandhi, Eva Peron, Benazir Bhutto, Helen Keller. Tokoh lain bisa lihat di sini.  Banyak juga jagoan inspiratif di jaman sekarang, misalnya Oprah Winfrey, Martha Steward,  Aung San Suu Kyi, Hillary Clinton, JK Rowling. Di Indonesia ada Sri Mulyani, Saparinah Sadli, Mira Lesmana, Nia Dinata, Butet Manurung. Aduh banyak deh, mau berhitung?

So empower the girls! Biarkanlah dan arahkanlah anak perempuan jadi jagoan.

Pink Zorro. Reva suka sekali bermain jagoan. Dan tetap memilih pink :D

By the power of She-Woman *masih inget film He-Man?*

Senin, 23 Januari 2012

Gong Xi Fa Cai



Tahun ini tahun naga air. Katanya akan ada banyak berkah, tapi juga banyak bencana. Saya tidak terlalu mengerti ramalan dan juga sulit percaya ramalan. Habisnya bingung habis mendengar ramalan. Katanya akan ada bencana air. Bukannya tiap tahun ada? Ada keberuntungan dan berkah? Tiap orang juga dapet itu kalau waktunya tepat. Belum lagi ramalan tentang artis yang sakit dan mati atau yang akan naik daun. Tiap tahun juga ada silih berganti. Yang lebih saya percayai adalah manusia perlu berupaya untuk memperoleh impiannya (impian tidak datang dari langit begitu saja, tapi diusahakan). Selebihnya, manusia perlu berserah pada Tuhannya, bagaimanapun situasi yang dihadapi, dalam kesukaan maupun kesusahan. Dan kalau lagi susah, kita tidak menyalahkan tahunnya alias ngeles, padahal belum melakukan upaya untuk lepas dari kesusahan. Eh, ini tidak berarti saya tidak menghormati tahun baru Cina ya. Soalnya banyak hikmah yang dapat diambil dari merayakan tahun baru ini dan tahun baru manapun, yaitu refleksi dan harapan baru. Sekalian nih, momma cuek mengucapkan Selamat Tahun Baru Cina bagi yang merayakan. Selamat menyusun harapan baru!

Jumat, 20 Januari 2012

1000 Hour-Nursing

Nursing is a momentum that means a lot to me and Little Rei. That’s the moment when we get better understanding on each other. He looks deeply into my eyes when sucking, and together we smile and laugh. This is so thrilling. What a wonderful moment. Every nursing, I always repeatedly tell him that he’s special and that I love him so much with all my heart. Then I touch all parts of his body and raise my prayers. He would be a good man.

I usually nurse about 10 times a day, 15-30 minutes each. That makes  150-300 minutes a day. If I commit nursing at least for one year, then I spend 900-1800 hours. It’s a rough counting, which could be less when baby starts to eat solid food or UHT. Longer, if nursing continues in the second year.

For the lengthy time momma spends, nursing should be a joyful activity. Yet, I should be frank that in times, nursing becomes a boring task. So many things to do, so many inspirations to handle, and there I can’t do other things because I’m stuck with a little creature on my tummy. Additionally, I’m a momma with a Let Down Reflex (LDR) monster, coming too frequent in every nursing, which frustrates me and Little Rei sometimes. There are also times when I become a nervous momma, realizing that a human is dependent on me and that I should be the one doing best for him.

Anyhow, all that worries are spices. The fun of nursing is much greater.  This is honest. It even becomes the greatest of all baby treatments because I have the supporting husband and mother in passing through this 6 month-exclusive breastfeeding. I have read other stories and even heard directly from other mommas on how limited support they got from husband and families, and thus breastfeeding became a stressful activity and I can’t imagine how stony their 1000 hour-nursing journey was.

Like most mom, I believe that nursing builds connection of mom-baby, where baby feels to be loved and cared for, and this is undoubtedly positive for child’s mental development. For this work, nursing mommas should be appreciated and supported by husband, relatives and public facilities. They are human resource managers, and so their roles should be valued the same as productive role (job with income). And you should agree with me. Can you imagine how a mom dedicates her body, mind, soul to prepare a wonder man or woman, which people call human generation? She gives her whole life.

Senin, 02 Januari 2012

New Year and Flu

My baby and I got influenza along old and new. Almost whole family got collapse: my dad, my sister, my niece. We didn’t celebrate the year exchange. No resolution in my mind this year, but in this weak body, I thank my God that all things happened in my life are GOOD. God is nice all the time. Happy new year!