Rabu, 25 Januari 2012

My Game is A Fair Play

Kamu pasti tahu itu moto apa. Tuh kan tahu itu moto FIFA,  yang bannernya selalu digelar sebelum pertandingan apapun dan di manapun di bawah FIFA. Saya suka moto itu, karena mengingatkan pemain dan penonton pertandingan bola bahwa kalau mau main, ya yang bersih dong, yang  sportif dan adil. Paling malas kan kalau nonton pertandingan bola yang pemainnya main curang atau kasar? Maunya kita sorakin saja. Lebih malas lagi kalau penontonnya reseh: berantem, main petasan, laser, mercon, dll.

Tetapi coba amati deh, meskipun sudah dibentang banner “My Game is A Fair Play” di awal pertandingan, tetap saja ada pemain yang tidak ‘fair’, misalnya diving, kasar kepada lawan, berantem,  tidak mau diberikan kartu kuning padahal jelas melanggar peraturan, memaki wasit, dll. Begitu juga penonton, ada yang menganggu konsentrasi tim lawan pakai laser atau ada yang emosional dan membuat gaduh. Nah, itulah manusia. Demi menang, jadi tergoda untuk tricky.

Ngomong-ngomong, moto ini sebenarnya perlu dipraktikkan di kehidupan sehari-hari, apalagi di dunia karir atau hidup berkantor. Saya masih ingat trik-trik dan persengkongkolan rekan sekantor dalam menjatuhkan saya di depan bos dan membuat saya tidak betah di kantor. Saya juga menyaksikan orang-orang penjilat picisan yang bermanis di depan bos demi naik pangkat atau gaji.  Ada juga penjilat kakap yang menutupi aksi korupsinya dengan memuji-muji bos supaya si bos mabuk kepayang dan tidak bisa mendeteksi kejahatannya. Nah, coba amati deh. Biasanya penjilat itu tidak begitu cerdas dalam bekerja. Ketrampilan dan prestasi pas-pasan, kadang tidak profesional dan sering cuci tangan dari tanggungjawabnya. Karena itulah, mereka perlu trik untuk sukses, yaitu jilat sana, tendang sini.

Sementara saya? Bukan mau membersihkan diri, tetapi saya tipe orang yang tidak pandai bermanis-manis untuk mendapatkan keuntungan atau perhatian. Rasanya lidah ini kelu kalau mau melakukannya. Saya lebih memilih menunjukkan kualitas saya lewat hasil kerja. Kalau hasil kerja saya oke, pasti bos suka sama saya. Jadi tidak usah menjilat supaya bisa disukai.  It’s a fair play.

Nah, kembali ke moto FIFA, kalimat ini bagus sekali untuk disampaikan kepada generasi muda (anak-anak dan remaja). Mungkin itu mengapa kain dengan moto ini ikut dibentang oleh sekelompok anak atau remaja sebelum pluit (tanda pertandingan FIFA dimulai) ditiup, yaitu supaya anak-anak belajar untuk ‘fair’ sejak dini. Semoga bukan hanya pandai mengucapkan moto, tetapi anak-anak dapat menerapkan perilaku ‘tidak curang’ dalam kehidupan sehari-hari.

Lihatlah Negara ini, awut-awutan dengan korupsi yang kronis dan menjijikkan, sehingga menyebabkan rakyatnya menderita, sakit hati dan putus asa.  Ini karena pemimpin dan pejabat (baca: orang dewasa) di dalamnya tidak bisa bermain ‘fair play’. Mungkin juga bukan karena kurang cukup mendapatkan pendidikan ‘fair play’, tetapi karena aji mumpung. Mumpung menjabat dan masanya terbatas, ya sibuk deh memperkaya diri dan tidak memiliki waktu dan hati untuk belajar menghargai orang lain (rakyat).

Sebagai seorang momma, saya ingin agar anak saya Little Big Rei memberlakukan ‘fair play’ di kehidupannya. Maka saya selalu berdoa, bahkan sejak dia masih berada dalam kandungan, agar dia hidup lurus, tidak korupsi, tidak merugikan orang lain, menjadi sosok teladan, yang berguna bagi sesama. Dan tiap malam saya membisikkan kepadanya: “Your game should be a fair play, nak!”. Dengan inilah saya membantu Negara memberantas korupsi.



Foto diambil dari sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar