Selasa, 24 Januari 2012

Anak Perempuan Juga Jagoan

Seorang pramuniaga di sebuah Department Store bertanya kepada saya waktu saya sedang hamil tua: “Udah tahu belum bu, jagoan atau cewek anaknya?”. Di lain waktu, paman saya bilang sambil nunjuk perut saya: “Kalau bisa, jagoan ya dia” *hmmm, dasar Batak, maunya anak laki doang, kesal *. Ada lagi teman yang ketika saya tanya jumlah anaknya, dia menyahut: “Dua jagoan, satu cewek.”

Jagoan yang dimaksud apa sih? Mungkin berarti pahlawan baik hati yang suka membantu mahluk lemah, pejuang perkasa, inovator, ahli robot, ahli mekanik, dll. Memangnya cuma anak laki-laki yang bisa begitu? Anak perempuan juga sangat bisa jadi jagoan.

Sejak lama,  masyarakat menaruh ekspektasi yang berbeda terhadap anak perempuan dan laki-laki. Anak perempuan didorong-dorong memakai barang dengan tokoh-tokoh princess (putri) berkulit putih, berhidung mancung dan berambut panjang  mengkilat. Pada suatu saat, putri ini diharapkan memikat pangeran tampan. Sebaliknya, anak laki-laki diharapkan menjadi jagoan, diberikan mainan mekanik dan barang-barang berbau ‘hero’, semacam spiderman, superman, batman, dan ‘man-man’ lainnya. Film-film mempromosikan penokohan bergender ini.

Bisnis industripun memperparah pemisahan gender ini. Barang-barang kebutuhan anak dipisahkan menurut stereotipe gender. Baju, mainan, tas, dan kebutuhan lain untuk anak perempuan didisain dengan warna pink dengan gambar putri. Sedangkan barang untuk laki-laki dibuat berwarna biru atau hitam, dengan gambar tokoh jagoan.

Apakah ekspektasi tersebut menguntungkan atau merugikan anak? Menurut saya, ekspektasi ini lebih banyak merugikan perempuan. Kasihan lho, anak perempuan didorong-dorong untuk secantik princess, padahal dia berpenampilan khas-nya. Lagian, apa kita mau kalau anak perempuan sejak dini diarahkan hanya untuk bermimpi dipinang pangeran tampan, padahal masih banyak impian yang lebih bermakna? Anak perempuan terlalu didorong untuk bermimpi tentang kebahagiaan yang bergantung pada laki-laki (orang lain) dan bukan kebahagiaan tentang dirinya sendiri. Lalu ketika sudah besar dan dekat dengan laki-laki, perempuan malah sering dibilang ‘kegatelan’. Serba salah kan?

Anak perempuan sesungguhnya tertekan dan stres akan tuntutan gender ini. Sudah saatnya kita merubah pandangan jadul tentang gender ini. Kita harus mengoptimalkan karakter, kemampuan dan kapasitas anak perempuan jauuuuuhh dari sekedar ingin menjadi ‘princess’ yang dipinang laki-laki ganteng. Lagian, banyak anak perempuan suka dan ingin jadi jagoan, dan mereka perlu diarahkan untuk menjadi salah satunya. Menjadi pejuang negara yang kuat dan hebat, pemimpin teladan, penemu teknologi, tokoh inspiratif, pemersatu masyarakat, pencinta lingkungan, tokoh yang menolong yang lemah dan yang bermanfaat bagi sesama, dll.

Ada sangat banyak tokoh jagoan perempuan, tetapi sejarah lebih suka mempromosikan jagoan laki-laki, Jagoan perempuan terkenal misalnya Marie Curie, Rasuna Said, Cut Nyak Dien, Kartini, Lady Diana, Mother Teresa, Indira Gandhi, Eva Peron, Benazir Bhutto, Helen Keller. Tokoh lain bisa lihat di sini.  Banyak juga jagoan inspiratif di jaman sekarang, misalnya Oprah Winfrey, Martha Steward,  Aung San Suu Kyi, Hillary Clinton, JK Rowling. Di Indonesia ada Sri Mulyani, Saparinah Sadli, Mira Lesmana, Nia Dinata, Butet Manurung. Aduh banyak deh, mau berhitung?

So empower the girls! Biarkanlah dan arahkanlah anak perempuan jadi jagoan.

Pink Zorro. Reva suka sekali bermain jagoan. Dan tetap memilih pink :D

By the power of She-Woman *masih inget film He-Man?*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar