Tampilkan postingan dengan label Nursery Corner. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nursery Corner. Tampilkan semua postingan

Minggu, 05 Mei 2013

Baby Room at Changi Airport

I've shared in another post about my frustration in searching for a breastfeeding room at Manila Airport. This time, I want to share something different. Something delightful. Something that makes a mom like me feeling valued and respected. 

Direction to Baby Care Room in Changi Airport

Many times I've been to Changi Airport in Singapore but never put any attention to this facility until I became a breastfeeding mother. The size of board sign for the baby care room is equal to the size of gate direction. I mean it's not as small as the toilet sign. The direction is clear, which shows that this room is important. Remember that the sign is not for a breastfeeding room but a more comprehensive facility that is a baby care room. When I saw that board, I was thinking that there should be something special down there. And it was!

Tap area
Surprisingly (or was I too excited?), the tap area was equipped by a hot water tap, which helped mommas to clean or sterilize bottles or pumpers. It has a secure button, so the hot water only comes out if the two buttons (red/hot button and the secure button) are pushed together. This creates safety in case children play around with the tap.

Hot water tap

There were three tiny beds for the newborns. Look at the hanging tissues, which give easiness for mothers in changing diapers or cleaning things.


Newborns beds
 
And the very special and private one was the breastfeeding room (which can be used for pumping too), which was spacious and shaped like a cylinder cube, with light, desk and trash bin. I pumped my breasts and got a little legs stretching here.



Breastfeeding room at Changi Airport
Thanks for appreciating me, Changi Airport!

I do hope that CGK airport has something like this *daydreaming

Senin, 14 Mei 2012

Alamiah, Bukan Pornoaksi!





Menyusui itu alami. Tetapi mengapa yang alamiah ini penuh tekanan? Ruangnya di tempat publik teramat langka. Menunggunya tersedia seakan hanya mimpi. Membuka sedikit dada kami untuk kehidupan dipandang dengan moralitas aneh. Tidak mengalirkan susu akan membunuh bayi kami. Sedangkan kami diatur HARUS menyusui (PP No.33/2012). Entah yang mengatur melakukan tanggungjawab apa.

Dukung perempuan menyusui dengan tidak memandang aneh ketika menyusui di tempat publik, apalagi menganggapnya pornoaksi! Bagikan kaos menyusui cuma-cuma kepada perempuan yang betul-betul membutuhkan. Itulah yang paling riil. Pasti terharu-lah setiap penerimanya!

#Mother’s day is everyday#

Kamis, 29 Maret 2012

Hurraay, Lulus ASI Eksklusif!

Hiperdepiippp Hurraayy!

Akhirnyaaaa, tim ini lulus ASI Eksklusif 6 (enam) bulan!



Terimakasih untuk Little Big Rei (6 bulan, 8.7 kg, 68 cm) yang sudah menjadi food manager, mengatur momma dalam supply-demand ASI. Terimakasih untuk semua jenis tangisanmu, senyummu, tawamu nak, yang membuat diri momma mengenalmu lebih dalam dan dalaaamm lagi.

Terimakasih untuk saya sendiri atas tekad, konsistensi dan kesabaran *terharu, lap ingus*

Terimakasih untuk Addies yang sudah jadi Bapak ASI (breastfeeding father) dan membantu menciptakan situasi yang rileks dan menyenangkan. Terimakasih karena sudah mengipasi kami berdua, mengumpulkan bantal-bantal untuk bersandar, mengatur posisi ketika Rei minta minum tetapi saya sedang terlelap, terbirit mengambilkan tetek bengek ketika aktivitas menyusui berlangsung (washcloth, celemek, mangkuk untuk ASI yang ngocor), men-sterilkan botol dan gelas, memberikan Rei minum ASI, menjelaskan kepada keluarga dan handai taulan tentang komitmen ber-ASI eksklusif, berdiskusi dan menghibur agar saya terbebas dari berbagai macam tekanan dan supaya ASI tetap lancar, dll... dll...dll.

Terimakasih untuk ibu dan mertua yang mendukung penuh pilihan saya. Ibuku sayang, terimakasih telah menggoda-godaku untuk memberikan makanan padat kepada Rei lebih cepat. Aku jadi tambah belajar untuk konsisten. Hueheheh.

Terimakasih untuk babe (bapak) yang mencarikan daun Bangun-bangun sampai ke pelosok pasar Senen. Tetapi maaf ya babe-ku, tak tahanlah aku dengan bau langu-nya. Cat: Daun Bangun-bangun dimakan untuk meningkatkan ASI (fungsinya seperti daun katuk), biasanya dimasak dengan ayam kampung menjadi sup. Resep ini umumnya diketahui oleh keluarga Batak. Nah, sekarang kamu tahu juga kan?

Terimakasih untuk sahabat, saudara dan internet yang memberikan berbagai informasi seputar ASI, hingga membuat saya tersadar bahwa AKSES INFORMASI adalah yang paling dibutuhkan oleh perempuan menyusui untuk menyukseskan ASI Eksklusif, selain dukungan suami dan keluarga.

Rabu, 14 Maret 2012

Coming Soon: Rei-Led Weaning

Tak terasa Little Big Rei sudah berusia 5 bulan 18 hari. Berarti tinggal 12 hari lagi, saya dan Rei akan lulus ASI Eksklusif. Berarti segitu hari lagi jugalah, Rei sudah bisa makan makanan padat. Saya tak sabar lagi menunggu hari itu. Rasanya Rei juga sudah tak sabar untuk makan, karena dia selalu terpana bila saya dan orang sekeliling memasukkan makanan ke mulut dan mengunyah. Dia ikutan mengunyah ludah. Kepalanya masih sedikit oglek-oglek, tetapi dia ingin duduk tegak terus. Sebentar lagi, rasanya dia bisa duduk di kursi makan.

Dari hasil internet browsing sampai hampir ketiduran di depan laptop, dan hasil diskusi panjang dengan Addies, akhirnya kami memutuskan agar Little Big Rei menjalani MPASI dengan metode Baby Led Weaning (BLW). Lalu, saya membeli buku BLW yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia, langsung dari sang alih bahasa, yaitu mbak Adhya Utami Larasati. Bukunya bisa dibeli di page ini.

Metode BLW adalah penyapihan bayi, berupa pemberian makanan padat, yang dipimpin atau dikendalikan oleh bayi (baby-led). Ini sebuah metode yang berbeda dari MPASI konvensional, yaitu pemberian makanan padat seperti bubur atau puree dengan cara menyendoki bayi (spoon-feeding). BLW mempercayai bahwa bayi yang sudah mendapatkan ASIX atau sufor  selama 6 (enam) bulan tanpa tambahan lain telah memiliki sistem pencernaan yang baik dan bisa meloncati tahapan makan bubur dan puree, tahapan yang dilalui pada jaman dulu, ketika ASIX hanya diberikan dalam 3—4 bulan.

Dengan metode BLW, bayi diberikan kesempatan untuk makan makanannya sendiri. Keuntungan metode ini banyak sekali:
  • Bayi menjadi aktor yang aktif, bukan pasif (hanya menerima disendoki). Sejak awal penyapihan, bayi sudah diberi kesempatan untuk makan sendiri. Bayi memutuskan kapan makan, kapan kenyang dan kapan mengakhiri kegiatan makan.
  • Bayi belajar ketepatan motorik, dengan meraih, menggenggam dan memasukkan sendiri potongan makanan padat ke mulutnya. Bayi  juga melatih otot rahang dengan mengunyah, meski tanpa gigi.
  • Bayi menjadi penikmat makanan. Dia mengenal dan mengeksplorasi tekstur, rasa dan warna makanan. Sedangkan bila makan bubur atau puree, yang rata-rata bertekstur sama, bayi tidak mengenal bentuk dan tekstur makanan yang aslinya.
  • Mengurangi resiko bayi menjadi picky eater (pemilih makanan) dan GTM (Gerakan Tutup Mulut) yang sering ditemui dalam pemberian makan dengan menyendoki (spoon-feeding).

Metode BLW dikembangkan oleh Gill Rapley, tetapi diakuinya bukan hal yang baru. Rapley mengungkap bahwa banyak ibu sebenarnya sudah melakukannya. Karena harus mengerjakan pekerjaan domestik lainnya, para ibu tanpa sengaja meninggalkan anak kedua dan ketiga di kursi makan dengan makanan di atas tray. Ternyata selama ditinggal, bayi-bayi ini terampil memakan makanan sendiri. Setelah cara ini dilanjutkan, diketahui bahwa bayi-bayi ini jarang menolak makanan dan makan lebih cepat dari anak sulung yang disendoki. Namun para ibu tidak berani mengungkap cara ini kepada orang lain karena takut dituduh menyalahi kebiasaan atau aturan. 

Di sisi lain, beberapa orangtua menolak menerapkan BLW ini karena takut bayinya tersedak. Tetapi Rapley meyakini bahwa bayi belum memiliki kemampuan memasukkan makanan hingga ke pangkal lidah bagian dalam. Bayi tersedak malahan lebih sering ditemui dalam metode spoon-feeding, karena sendok makanan sering dimasukkan ke mulut bayi terlalu dalam. Dalam BLW, syarat utama adalah bayi harus didudukkan secara tegak, bukan bersandar. Pengasuh juga dilarang untuk memasukkan makanan ke mulut bayi. Bayilah yang harus melakukannya. Seterusnya, dia akan lebih sering melepeh, daripada tersedak.

Ketika pertama kali membaca literatur tentang BLW ini, jantung saya berdesir, excited! Inilah yang saya butuhkan.

Pertama, karena saya parno melihat bayi-bayi di komplek rumah orangtua saya yang disendoki bubur sambil digendong berjam-jam atau berjalan-jalan di taman. Para ART mengeluh tentang lamanya waktu memberi makan, sambil menunjukkan tanda kemerahan di pundaknya akibat tekanan gendongan dan berat bayi. Padahal bayi-bayi itu sudah memiliki gigi dan bisa berjalan. Mengapa tidak diberi kesempatan makan sendiri sih? 

Kedua, saya parno melihat Reva, keponakan saya, yang sangat pilih-pilih makanan, susah makan sayur dan buah. Juga perlu waktu lama menyuapinya.

Ketiga, saya ingin merasakan keseruan ini dan ingin Rei memimpin penyapihannya sendiri, seperti Rei memimpin saya dalam menyediakan ASI. Saya sudah mendapatkan ‘feeling’ kalau dia siap untuk mengikuti BLW ini, karena dia sudah terampil  menyedot, menghisap dan mengecap.  Tangannya juga sudah dapat meraih barang secara tepat.

Keempat, BLW ini tidak membutuhkan alat-alat penghalus makanan seperti dalam metode spoon feeding. Bayi dapat memakan makanan orang dewasa, asalkan berukuran sekepalan tangannya dan tentunya tidak bergula garam. BLW nyaris tidak membutuhkan alat bantu spesial kecuali kursi makan bayi. Kursi inipun pada bulan-bulan awal kurang diperlukan, karena  bayi bisa dipangku. Selain ekonomis, metode ini menghemat waktu dan mengurangi beban pengasuh. Cocok sekali untuk saya, si momma cuek :p

Psst...psst, sebelum memulai BLW ini, saya menguji kesiapan Rei (fisik) dan saya (mental) untuk menjalani metode ini. Kebetulan minggu lalu, ART menghidangkan lalapan kesukaan keluarga: wortel, buncis dan labu, tanpa gulgar. 

Lalapan keluarga
Saya memangku Rei di depan meja makan. Rei menarik-narik piring lalapan, memegang-megang buncis, tetapi belum bisa mengambilnya (mungkin karena bertumpuk?). Saya coba sodorkan satu batang. Dia meraih buncis dengan tepat dan mencoba memasukkan ke mulut. Beberapa kali dia berhasil, tetapi ada kalanya kesulitan memasukkan buncis ke mulut. Dia mengunyah dan menghisap sari-sarinya sampai buncis gepeng. Ternyata betul, bayi yang tidak punya gigi bisa mengunyah dengan gusi, lidah dan ludah. Jika buncis jatuh atau patah dan terlepas dari tangannya, dia memekik kesal dan menangis-nangis. Ketika diberikan batang buncis yang baru, dia senang dan langsung asyik mengeksplorasi.

Selanjutnya, saya menyodorkan wortel. Dia juga menyedotnya, tetapi kelihatannya agak mengalami kesulitan dibanding buncis yang berair lebih banyak. Tetapi ini asyiknya. Dia merasakan tekstur makanan yang berbeda-beda.


Rei dan eksplorasi wortel
Berhubung ini hanya latihan, saya hanya memberikan Rei beberapa batang wortel dan menyetop kegiatan ini. Juga karena saya merasa bersalah, Rei belum lulus ASIX. Tetapi, Rei langsung meraung marah. Dia kepingin lagi. Kasihan saya melihatnya. Dia sudah siap makan, tetapi harus menunggu 12 hari lagi.

Coming soon, nak. Sabar yaa!




Jumat, 02 Maret 2012

Ketika Susuku Tengik, ...


… saya omeli orang-orang serumah yang sering membuka-tutup kulkas sehingga menyebabkan ASI perahan (ASIP) saya basi. Semua ASIP saya berbau tengik dan sabun, sehingga anak saya, Little Big Rei (5 bulan) menolaknya habis-habisan. Semua prosedur penyimpanan ASI rasanya sudah saya lakukan, seperti mencuci tangan dulu, menggunakan botol gelas yang disterilkan dan menyimpan ASIP di bagian dalam kulkas (tidak di pintu). Karena itu, ‘kambing hitam’ tertuju pada temperatur kulkas yang naik turun akibat dibuka-tutup.

Sedihnya luar biasa waktu saya harus mencairkan dan membuang sendiri ASIP sebanyak 25 botol, rata-rata berisi 70-100 ml. Padahal tiap tetesannya sangat berharga. Sebagian besar saya peras dengan tangan, dilakukan dengan penuh tenaga dan cinta, diperas di saat saya sangat kelelahan dan membutuhkan tidur. 

Setelah kejadian membuang ASIP, saya agak lelah mental dan patah arang, sehingga libur dulu memerah ASI sampai sekitar dua bulan. Karena saya pekerja paruh waktu, saya bisa memutuskan kapan saya bekerja lagi. Saya menyusui Rei tanpa dilengkapi cadangan susu. Rei ikut kemanapun saya pergi. Dan saya anggurkan botol-botol ini.  

Botol ASIP yang dianggurkan
(botol gelas bekas You C 1000 dan Brands Essence of Chicken)

Masih merasa bahwa berbagi kulkas adalah masalahnya, saya berencana untuk membeli kulkas dua pintu yang baru dahulu, baru mulai memeras ASI lagi. Sebelum membeli kulkas baru, sepertinya Tuhan memberi kewarasan kepada saya, sehingga tergerak untuk mencari tahu tentang persoalan ASI tengik. Hasil surfing di internet membuat saya singgah di La Leche League International dan Kelly Mom.

Saya baru tahu bahwa ASI yang berbau tengik itu ternyata tidak basi dan juga bukan disebabkan oleh kulkas yang dibuka-tutup. Bila seluruh prosedur penyimpanan ASIP sudah diikuti, tetapi ASIP masih berbau tidak sedap, maka kemungkinan besar ASIP mengandung terlalu banyak enzim lipase. Enzim ini berfungsi memecah lemak sehingga mudah didistribusikan dan dicerna oleh tubuh bayi. Lipase juga membantu menonaktifkan protozoa sehingga menghindari bayi dari infeksi. Lipase yang aktif memecahkan lemak memunculkan bau yang tidak enak, seperti bau tengik, muntahan atau sabun. Tetapi ASIP yang berbau ini tidak mengurangi kandungan nutrisinya. Tidak masalah bila bayi tetap suka dengan ASI berbau ini. Tetapi jadi masalah buat saya, karena Reistar menolaknya.

Untunglah bau ini bisa dicegah dengan cara scalding atau memanaskan ASI yang baru diperah sebelum masuk ke dalam freezer. Scalding ini membantu menonaktifkan enzim lipase dalam memecahkan lemak. Tetapi memanaskan ASIP yang sudah berbau tidak akan menghilangkan baunya. Jadi ASIP berbau yang ditolak bayi tidak bisa diapa-apakan lagi selain dibuang *hiks..hiks*.

Ada beberapa pilihan memanaskan ASIP, tetapi saya pilih ala sederhana saja. ASI yang baru diperah dimasukkan ke dalam botol penyimpan berbahan gelas. Volume susu disesuaikan dengan kemampuan bayi meminum. Sekarang saya hanya menakar 50-70 ml per botol, tidak sampai 100 ml, supaya bila Rei sudah kenyang, tidak banyak susu yang terbuang.

ASIP ditaruh di dalam botol berbahan gelas.
Lalu botolnya direndam dalam gelas yang diisi air panas, yang saya ambil dari dispenser. Suhunya sekitar 80 derajat Celcius. Saya tunggu sampai 10-15 menit, lalu saya angkat dan dinginkan. Setelah itu, botol ASIP bisa langsung ditaruh di freezer

Botol yang berisi ASIP direndam air panas

Hasilnya memuaskan. ASIP beku yang dicairkan tidak bau tengik lagi dan Rei sudah mau meminumnya lewat sippy cup. Yeay!

Rei dan sippy cup 'Momma Technology'

Sayangnya, proses pemanasan susu dapat menghancurkan zat-zat anti infeksi dan mengurangi kadar nutrisi. Tetapi ASIP segar yang dipanaskan  masih lebih sehat dari susu formula. Juga tidak menjadi masalah bila bayi tidak selamanya mendapatkan ASI yang dipanaskan. Rei masih banyak mendapatkan ASI segar dengan menyusu langsung dari payudara saya. Dia minum ASIP bila saya harus meninggalkannya di rumah.
 
Ternyata banyak ibu menyusui yang ASInya mengandung banyak enzim lipase dan menghadapi penolakan ASIP oleh bayinya. Sayangnya, masalah ini tidak banyak dibahas dalam literatur manajemen laktasi asal Indonesia. Literatur yang sering dirujuk untuk masalah ini adalah buku Breastfeeding: A Guide for the Medical Profession oleh Ruth Lawrence, MD. Sangat mungkin banyak ibu menyusui (apalagi yang di kampung dan belum bisa akses internet) tidak bisa memperoleh informasi semacam ini. Semoga ibu menyusui yang senasib seperti saya, di mana saja berada, akhirnya bisa bertemu dengan informasi yang mereka butuhkan, in a way.



Senin, 20 Februari 2012

Sakau Letter for Rei and Poppa


Dear Little Big Rei dan poppa Addiestar Silaban, 

Momma cuma mau sharing. Momma lagi pengen udang rebus, cumi goreng tepung, ikan bawal bakar, kerang bumbu nanas, kepiting saos padang, teri medan goreng, kerupuk ikan palembang. Sudah tahu kan, itu semua makanan kesayangan momma? Momma sakau. Lidah dan tangan ini gemetaran, pengen nyobain sedikit aja sayang pa, nak! Momma menghayal lagi makan di warung seafood tenda yang sedap murmer depan Toyota Cibubur itu lho. Eeeh, ini momma akhirnya terbangun dari khayalan, ternyata momma teronggok di sini, di meja makan di rumah, di depan sup ceker ayam. Lagi! Tiga kali seminggu.

Salam sayang,
Momma 
(the nursing mom who tries hard to be tolerant to seafood intolerance.

Minggu, 19 Februari 2012

Alergi ooh Alergi


Sejak lahir, Little Big Rei langsung didiagnosa DSA (Dokter Spesialis Anak) terindikasi alergi, yang katanya biasanya bawaan dari orangtuanya. Sambil menahan sakit sehabis sectio caesaria, saya lirik bapaknya Rei dan menghela nafas. Ah, si pappa alergi seafood, debu, keringat, sentuhan fisik, suhu panas dan banyak pemicu alergi lainnya. Eh si dokter bilang: “Yah positifnya, bapaknya jadi tahu ini asli anaknya.” *whaaat??? 

Kami berdua berkomitmen untuk memberikan Rei full ASI, karena itu apa yang saya makan berpengaruh pada kondisi Rei. Dalam hati, saya salahkan suami saya karena menurunkan alerginya ke Rei. Dia yang alergi, saya yang harus mengendalikan diri dari semua makanan pemicu alergi. Saya kecewa berat. Mana bisa hidup tanpa seafood selama paling tidak dua tahun??.  

Hari demi hari, kami semakin tahu dan menyaksikan bagaimana Rei sangat sensitif. Pernah saya sakau ikan teri yang tergeletak dengan manisnya di meja makan. Ikan teri medan goreng. Alamak! Siapa sih orang batak yang tidak doyan ikan imut ini? Dengan beralasan ke suami, saya bilang mau test alerginya Rei. Dengan gemetaran, saya comot tiga ekor teri saja. Mereka masuk ke mulut. Hasilnya kedua mata Rei bengkak dengan sukses setelah menyusu.

Tragedi lainnya adalah memakan bandeng. Asisten RT di rumah PD sekali kalau bandeng yang dia beli berasal dari air tawar. Beberapa kali saya makan bandeng memang aman-aman saja. Tak tahunya, bandeng kali itu berasal dari lautan antah berantah, terkontaminasi dan tidak segar. Setelah makan bandeng dan menyusui, Rei beruam yang gatal di sekujur selangkangan. Dia menangis, meraung, tidak bisa tidur selama tiga malam. Alhasil, saya dan suami bergadang keliyengan.  

Saya marah-marah kepada asisten RT *cari kambing merah*: “STOOOPP ikan bandeeeng, masakin saya telor aja”.  Karena bosan dengan ayam, saya makan telor dengan berbagai olahan selama tiga hari berturut-turut, yang akhirnya menghadiahkan saya dua bisul besar *gak usah ditulis lokasi bisulnya, malu*. Takdungdung, saya baru tahu bahwa saya juga alergi. Kemungkinan Rei juga alergi telur, karena insiden bandeng kok lama sekali berakhir. Saya curiga bandeng dan telur berestafet. Little Big Rei tambah meratap, gatal-gatal.

Insiden berikutnya tak lain adalah siomai, salah satu makanan dimsum kesukaan saya. Lama tak bersua dengan siomai yang dijual di kampus, jadi pada hari saya mengajar, saya bergegas menuju kantin dan pesan siomai. Tak tanggung-tanggung, sebelum siomai dibayar, saking lapar dan malas ikut antrian panjang di kasir, saya makan sambil berdiri tepat di depan dandang siomai. Dalam waktu tiga menit saja, siomai ludes. Dengan rasa bumbu kacang nikmat tertinggal di mulut, saya nyengir ke abangnya dan mengembalikan piring. Hmmm..puasss. 

Sampai di rumah saya tercenung. Apa yang sudah saya lakukan? Lupa… saya lupaaa, kalau siomai itu terbuat dari ikaaaaan, bukan ayaaaamm. Bumbunya juga dari kacang yang adalah pemicu alergi. Baru sembuh dari alergi bandeng, Little Big Rei tertepa lagi serangan siomai. Sejarah terulang kembali, Rei gelisah dan bertigaan kami tidak tidur semalaman.

Begitulah Little Big Rei menanggung ‘dosa’ pappa dan mommanya. Oh Rei… Little Big Rei... Kasihan kamu, nak. Diliputi rasa bersalah, sekaligus menyalahkan suami *karena alerginya lebih banyak dari saya*, saya beresolusi. Mulai hari ini, ya ..mulai hari ini, saya harus menahan diri. Ini ujian untuk mengendalikan nafsu.

Kamis, 02 Februari 2012

Susu Kita dan Kolor

Mumpung matahari sedang tersenyum dengan manisnya, tadi pagi saya berjemur dengan Little Big Rei di depan rumah orangtua saya. Lalu, lewatlah dua ibu yang suka bersih-bersih jalanan di komplek, yang terpana melihat Little Big Rei. Dulu waktu saya hamil 7-9 bulan dan rajin jalan-jalan pagi, saya sering mengobrol dengan kedua ibu ini. Melihat Little Big Rei, mereka berdua lantas sepakat  bahwa anakku cepat besar, padahal masih berusia empat bulan. Mereka belum lama melihatnya masih merah.

Salah satu ibu bertanya: “Dedeknya minum ‘susu kita’ ngga?”. Heehh, maksudnya? Terus dia perjelas dengan meraba payudaranya. Oooh maksudnya ‘Susu Kita’ itu ASI toh, bukan merk susu, pikir saya. Terus saya bilang: “Iya bu, ASI”. Dia lantas bilang “Ya kalo susu kita, bayinya cepet gede. Bagus, nanti jarang sakit.”

Lalu saya iseng bertanya *dasarotakpeneliti*: “Di kampung sini, rata-rata ibu-ibu ngasih susu kita atau susu kaleng bu?. Oya, komplek rumah ortu saya ada di bilangan Cibubur, yang di sekitarnya ada perkampungan penduduk asli bersuku Sunda-Betawi. Lalu si ibu menjelaskan bahwa ibu-ibu di kampung itu rata-rata memberikan ‘Susu Kita’. Saya lanjut membalas: “Bagus dong bu, soalnya banyak ibu-ibu yang cepat putus asa kalau ASI ngga keluar, terus langsung kasih susu kaleng.”

Si ibu membalas lagi: “Oooh neng, biar tetek kita banyak aernya, kita makan sayur katuk yang banyak. Terus kalo di kampung sini mah, tetek kita pijat dan gosok pakai kolor suami, nanti aer teteknya banyak.”  Haaahh, gubraaakk!?! Saya bilang: “Jorok dong bu.” Dia balas: “Enggak lah, kolor yang bersih atuh.”

Habis itu, saya ceritakan suami saya tentang ‘susu kita’ dan ‘kolor’ ini. Dia terbahak. Kami berdua membahas korelasi keduanya dan berspekulasi. Spekulasi A: rangsangan dari elusan yang menggunakan kolor suami mungkin bisa membuat ibu rileks dan memunculkan milk ejection reflex. Spekulasi B: itu hanya mitos belaka.

Oke bu, yang penting kita sepakat bahwa Susu Kita itu TOP BGT yaa. Yang ini jelas bukan mitos. Heheheh :-)

Jumat, 20 Januari 2012

1000 Hour-Nursing

Nursing is a momentum that means a lot to me and Little Rei. That’s the moment when we get better understanding on each other. He looks deeply into my eyes when sucking, and together we smile and laugh. This is so thrilling. What a wonderful moment. Every nursing, I always repeatedly tell him that he’s special and that I love him so much with all my heart. Then I touch all parts of his body and raise my prayers. He would be a good man.

I usually nurse about 10 times a day, 15-30 minutes each. That makes  150-300 minutes a day. If I commit nursing at least for one year, then I spend 900-1800 hours. It’s a rough counting, which could be less when baby starts to eat solid food or UHT. Longer, if nursing continues in the second year.

For the lengthy time momma spends, nursing should be a joyful activity. Yet, I should be frank that in times, nursing becomes a boring task. So many things to do, so many inspirations to handle, and there I can’t do other things because I’m stuck with a little creature on my tummy. Additionally, I’m a momma with a Let Down Reflex (LDR) monster, coming too frequent in every nursing, which frustrates me and Little Rei sometimes. There are also times when I become a nervous momma, realizing that a human is dependent on me and that I should be the one doing best for him.

Anyhow, all that worries are spices. The fun of nursing is much greater.  This is honest. It even becomes the greatest of all baby treatments because I have the supporting husband and mother in passing through this 6 month-exclusive breastfeeding. I have read other stories and even heard directly from other mommas on how limited support they got from husband and families, and thus breastfeeding became a stressful activity and I can’t imagine how stony their 1000 hour-nursing journey was.

Like most mom, I believe that nursing builds connection of mom-baby, where baby feels to be loved and cared for, and this is undoubtedly positive for child’s mental development. For this work, nursing mommas should be appreciated and supported by husband, relatives and public facilities. They are human resource managers, and so their roles should be valued the same as productive role (job with income). And you should agree with me. Can you imagine how a mom dedicates her body, mind, soul to prepare a wonder man or woman, which people call human generation? She gives her whole life.

Jumat, 30 Desember 2011

Menikmati Berbagai Gaya Menyusui

Pasti para mama sudah mencoba berbagai posisi menyusui dan akhirnya menemukan posisi paling enak buat dedek bayi. Posisi dan gaya menyusui akan berubah-ubah sesuai perkembangan fisik bayi. Makin panjang bayi, makin sulit kegiatan menyusui, karena tanpa sadar kakinya bisa terlipat di alas (mis: kasur) dan bikin bayi gak nyaman.

Untuk newborn, ada para mama yang dibantu dengan bantal menyusui (bansui). Sayangnya saya telat tahu tentang bansui ini dan sejak bayiku lahir, aku menyusui pakai bantal alakadarnya. Saya masih inget, ada masa-masa menyusui yang bikin pegel. Tapi syukurlah, aku ngga merasa menyusui adalah beban, termasuk di saat bayiku sedang growth spurt, karena hasilnya bayiku montok dan chubby.

Kalau baca The Baby Book by Dr. William Sears, ada juga lo para mama menyusui yang frustasi dengan menyusui maraton spt di saat growth spurt. Nah, supaya ngga jenuh, mama perlu berganti-ganti gaya menyusui. Agar mama-baby sama2 happy.

Gaya menyusui yang saya coba adalah:
1) Menyusui di kasur, dengan duduk bersandar di sandaran bed atau bantal yang ditumpuk-tumpuk menjadi tebal. Punggung harus nyaman. Dedeknya dielus-elus, ditepuk halus pantatnya dan dinyanyikan lagu yang saya karang khusus untuk dia. Posisi ini paling mantap saya lakukan di malam hari.
2) Menyusui sambil tidur menyamping. Ini posisi yang kerap dilakukan para mama yang masih sakit sehabis operasi cesar. Saya sendiri sudah jarang milih posisi ini karena ASI sering mengalir deras. Dalam sekali menyusui, saya bisa merasakan lebih dari tiga kali let down reflex (akan saya bahas di artikel lain). Jadi saya takut kalau menyusui sambil tidur, susunya menyemprot ke hidung dan mata bayi. Biasanya posisi ini masih dilakukan di siang hari dan saat saya ngantuk berat. Saya pilih payudara yang sudah dihisap beberapa kali, yang kemungkinan let down reflex nya kecil.
3) Menyusui sambil baca buku atau majalah yang berhubungan dengan pengasuhan bayi. Kelebihan gaya ini adalah saya mendapatkan banyak ide untuk memperbaiki kualitas perawatan anak saya, dan semakin merasa sayang dan mendekap erat anakku setelah menyusui.
4) Menyusui sambil jalan (di dalam rumah ya!). Nah, yang ini paling unik dan paling disukai oleh saya dan juga bayiku. Selain saya bisa melakukan kerjaan lain, saya tidak jenuh nongkrong di satu tempat. Dedek juga suka nenen disertai goncangan lembut. Biasanya bola matanya berputar untuk melihat-lihat hal yang menarik di sekitarnya. Ini sekalian melatih penglihatannya. Untungnya ayah dan suami saya oke-oke aja saya berkeliaran sambil menyusui tanpa celemek menyusui (nursing apron). Pikir mereka: “namanya juga mama cuek”.
5) Menyusui di kursi goyang. Ini dipilih kalau si dedek pengen banget menyusui sambil jalan2, tapi saya sudah kelelahan. Jadi gantinya goncangan lembut dari kursi goyang. Saya juga bisa rileks di kursi ini dan keletihan jadi berkurang.

Untuk semua gaya menyusui, posisi pelekatan saya dan bayi tetap sama, yaitu: mulut bayi menghadap puting, perut dan dadanya nya menempel di perut saya. Kalo posisi bayi melintang, saya pegang pantatnya. Kalo posisinya seperti duduk, saya alas pantatnya dgn betis saya atau dengan bantal. Kakinya dedek selonjor.

Mau apapun gaya menyusui, kegiatan ini harus dilakukan dengan sukacita dan ikhlas sengantuk atau secapek apapun. Kalau hasil akhirnya adalah bayi yang sehat, kuat dan aktif, kegiatan menyusui akhirnya menjadi kegiatan favorit dari semua kegiatan perawatan bayi.

Selasa, 27 Desember 2011

Baby knows how to express thanks

Hati saya bergetar ketika anak saya Little Big Rei, di tengah2 nenen, stop sebentar dan menatap saya. Kemudian tersenyum dan tertawa kesenangan. Sepertinya puas banget dan ingin bilang: "Susunya lezat sekali momma, aku suka. Makasih yaa.".
Habis itu, Rei ngenyot lagi dan sebelum mengakhiri acara nenen, dia kembali menatap saya lagi sambil tersenyum.
Woooww, sejuta rasanya jadi momma. Bener kata Dr. William Sears dalam bukunya "The Baby Book": bayi itu mengerti looo berterimakasih.
Nah, gimana dengan kita orang dewasa, yg kadang lebih banyak komplen kepada pribadi yang berjasa. Serta merta saya terinspirasi buat lagu untuk Rei. Ini syairnya:

When you suck my breast, I know you thank me
Your eyes, your smile, your laugh tell me so
And You thrill me when you're on my tummy
You're the greatest grace, the greatest gift I've ever had

In this house of love, I promise that you'll be safe in my arms forever
And I would hold you tenderly, in your restless time, in your restless time.


Momma loves you nak Reistar. Mmmuah.

PS: belum bisa diupload musik dan lagunya. Tunggu pappa gitarin ya.