Rabu, 14 Maret 2012

Coming Soon: Rei-Led Weaning

Tak terasa Little Big Rei sudah berusia 5 bulan 18 hari. Berarti tinggal 12 hari lagi, saya dan Rei akan lulus ASI Eksklusif. Berarti segitu hari lagi jugalah, Rei sudah bisa makan makanan padat. Saya tak sabar lagi menunggu hari itu. Rasanya Rei juga sudah tak sabar untuk makan, karena dia selalu terpana bila saya dan orang sekeliling memasukkan makanan ke mulut dan mengunyah. Dia ikutan mengunyah ludah. Kepalanya masih sedikit oglek-oglek, tetapi dia ingin duduk tegak terus. Sebentar lagi, rasanya dia bisa duduk di kursi makan.

Dari hasil internet browsing sampai hampir ketiduran di depan laptop, dan hasil diskusi panjang dengan Addies, akhirnya kami memutuskan agar Little Big Rei menjalani MPASI dengan metode Baby Led Weaning (BLW). Lalu, saya membeli buku BLW yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia, langsung dari sang alih bahasa, yaitu mbak Adhya Utami Larasati. Bukunya bisa dibeli di page ini.

Metode BLW adalah penyapihan bayi, berupa pemberian makanan padat, yang dipimpin atau dikendalikan oleh bayi (baby-led). Ini sebuah metode yang berbeda dari MPASI konvensional, yaitu pemberian makanan padat seperti bubur atau puree dengan cara menyendoki bayi (spoon-feeding). BLW mempercayai bahwa bayi yang sudah mendapatkan ASIX atau sufor  selama 6 (enam) bulan tanpa tambahan lain telah memiliki sistem pencernaan yang baik dan bisa meloncati tahapan makan bubur dan puree, tahapan yang dilalui pada jaman dulu, ketika ASIX hanya diberikan dalam 3—4 bulan.

Dengan metode BLW, bayi diberikan kesempatan untuk makan makanannya sendiri. Keuntungan metode ini banyak sekali:
  • Bayi menjadi aktor yang aktif, bukan pasif (hanya menerima disendoki). Sejak awal penyapihan, bayi sudah diberi kesempatan untuk makan sendiri. Bayi memutuskan kapan makan, kapan kenyang dan kapan mengakhiri kegiatan makan.
  • Bayi belajar ketepatan motorik, dengan meraih, menggenggam dan memasukkan sendiri potongan makanan padat ke mulutnya. Bayi  juga melatih otot rahang dengan mengunyah, meski tanpa gigi.
  • Bayi menjadi penikmat makanan. Dia mengenal dan mengeksplorasi tekstur, rasa dan warna makanan. Sedangkan bila makan bubur atau puree, yang rata-rata bertekstur sama, bayi tidak mengenal bentuk dan tekstur makanan yang aslinya.
  • Mengurangi resiko bayi menjadi picky eater (pemilih makanan) dan GTM (Gerakan Tutup Mulut) yang sering ditemui dalam pemberian makan dengan menyendoki (spoon-feeding).

Metode BLW dikembangkan oleh Gill Rapley, tetapi diakuinya bukan hal yang baru. Rapley mengungkap bahwa banyak ibu sebenarnya sudah melakukannya. Karena harus mengerjakan pekerjaan domestik lainnya, para ibu tanpa sengaja meninggalkan anak kedua dan ketiga di kursi makan dengan makanan di atas tray. Ternyata selama ditinggal, bayi-bayi ini terampil memakan makanan sendiri. Setelah cara ini dilanjutkan, diketahui bahwa bayi-bayi ini jarang menolak makanan dan makan lebih cepat dari anak sulung yang disendoki. Namun para ibu tidak berani mengungkap cara ini kepada orang lain karena takut dituduh menyalahi kebiasaan atau aturan. 

Di sisi lain, beberapa orangtua menolak menerapkan BLW ini karena takut bayinya tersedak. Tetapi Rapley meyakini bahwa bayi belum memiliki kemampuan memasukkan makanan hingga ke pangkal lidah bagian dalam. Bayi tersedak malahan lebih sering ditemui dalam metode spoon-feeding, karena sendok makanan sering dimasukkan ke mulut bayi terlalu dalam. Dalam BLW, syarat utama adalah bayi harus didudukkan secara tegak, bukan bersandar. Pengasuh juga dilarang untuk memasukkan makanan ke mulut bayi. Bayilah yang harus melakukannya. Seterusnya, dia akan lebih sering melepeh, daripada tersedak.

Ketika pertama kali membaca literatur tentang BLW ini, jantung saya berdesir, excited! Inilah yang saya butuhkan.

Pertama, karena saya parno melihat bayi-bayi di komplek rumah orangtua saya yang disendoki bubur sambil digendong berjam-jam atau berjalan-jalan di taman. Para ART mengeluh tentang lamanya waktu memberi makan, sambil menunjukkan tanda kemerahan di pundaknya akibat tekanan gendongan dan berat bayi. Padahal bayi-bayi itu sudah memiliki gigi dan bisa berjalan. Mengapa tidak diberi kesempatan makan sendiri sih? 

Kedua, saya parno melihat Reva, keponakan saya, yang sangat pilih-pilih makanan, susah makan sayur dan buah. Juga perlu waktu lama menyuapinya.

Ketiga, saya ingin merasakan keseruan ini dan ingin Rei memimpin penyapihannya sendiri, seperti Rei memimpin saya dalam menyediakan ASI. Saya sudah mendapatkan ‘feeling’ kalau dia siap untuk mengikuti BLW ini, karena dia sudah terampil  menyedot, menghisap dan mengecap.  Tangannya juga sudah dapat meraih barang secara tepat.

Keempat, BLW ini tidak membutuhkan alat-alat penghalus makanan seperti dalam metode spoon feeding. Bayi dapat memakan makanan orang dewasa, asalkan berukuran sekepalan tangannya dan tentunya tidak bergula garam. BLW nyaris tidak membutuhkan alat bantu spesial kecuali kursi makan bayi. Kursi inipun pada bulan-bulan awal kurang diperlukan, karena  bayi bisa dipangku. Selain ekonomis, metode ini menghemat waktu dan mengurangi beban pengasuh. Cocok sekali untuk saya, si momma cuek :p

Psst...psst, sebelum memulai BLW ini, saya menguji kesiapan Rei (fisik) dan saya (mental) untuk menjalani metode ini. Kebetulan minggu lalu, ART menghidangkan lalapan kesukaan keluarga: wortel, buncis dan labu, tanpa gulgar. 

Lalapan keluarga
Saya memangku Rei di depan meja makan. Rei menarik-narik piring lalapan, memegang-megang buncis, tetapi belum bisa mengambilnya (mungkin karena bertumpuk?). Saya coba sodorkan satu batang. Dia meraih buncis dengan tepat dan mencoba memasukkan ke mulut. Beberapa kali dia berhasil, tetapi ada kalanya kesulitan memasukkan buncis ke mulut. Dia mengunyah dan menghisap sari-sarinya sampai buncis gepeng. Ternyata betul, bayi yang tidak punya gigi bisa mengunyah dengan gusi, lidah dan ludah. Jika buncis jatuh atau patah dan terlepas dari tangannya, dia memekik kesal dan menangis-nangis. Ketika diberikan batang buncis yang baru, dia senang dan langsung asyik mengeksplorasi.

Selanjutnya, saya menyodorkan wortel. Dia juga menyedotnya, tetapi kelihatannya agak mengalami kesulitan dibanding buncis yang berair lebih banyak. Tetapi ini asyiknya. Dia merasakan tekstur makanan yang berbeda-beda.


Rei dan eksplorasi wortel
Berhubung ini hanya latihan, saya hanya memberikan Rei beberapa batang wortel dan menyetop kegiatan ini. Juga karena saya merasa bersalah, Rei belum lulus ASIX. Tetapi, Rei langsung meraung marah. Dia kepingin lagi. Kasihan saya melihatnya. Dia sudah siap makan, tetapi harus menunggu 12 hari lagi.

Coming soon, nak. Sabar yaa!




Tidak ada komentar:

Posting Komentar