Jumat, 09 Maret 2012

Rookie Mom and the Assistant (Part 1)

Sejak Little Big Rei lahir hingga berusia tiga bulan, saya dan Addies merawat Rei tanpa ART (asisten rumah tangga) dan babysitter. Saya masih menumpang di rumah orangtua, yang anggotanya tidak banyak bisa membantu saya, karena memiliki kesibukan sendiri: merawat ibu saya yang menderita kanker payudara dan yang lainnya bekerja. Ibu saya sendiri patah hati karena harus terbaring di tempat tidur pasca kemoterapi dan tidak bisa ikut merawat Rei. Sedangkan mertua tidak tinggal di Jakarta. Dalam beberapa hari di awal, saya sedikit mendapatkan coach dari kakak saya, Vera. Tetapi setelah itu, situasi membuat saya harus belajar banyak hal secara mandiri, di tengah kesakitan pasca Sectio Caesaria dan kekalutan baby blues.

Kini saya merasakan bahwa memang benar tidak ada jam kerja dan jadwal istirahat yang pasti untuk seorang ibu. Sejak menjadi rookie mom, hidup saya berubah drastis. Entah mengapa saya yang dulunya doyan tidur bisa beradaptasi dengan kondisi tidur yang hanya tiga jam sehari? Dan betapa tersiksanya menyusu Rei pada saat mengantuk berat, amat haus dan kebelet pipis dalam waktu bersamaan. Juga entah darimana kekuatan berlama-lama menggendong bayi yang kian bongsor? Ibarat atlit angkat besi, yang ditambahkan beban sedikit demi sedikit, lama-lama terbiasa mengangkat besi dalam kemampuan maksimum. 

Ketika hamil, saya parno kalau harus memandikan bayi merah di bak mandi. Tapi dengan sedikit mendapatkan konsultasi di RS, ditambah naluri dan intuisi, timbul keberanian saya untuk memandikan Rei yang masih merah dan ringkih. Pada akhirnya semua dapat dilakukan karena belajar. Life’s indeed learning. Dan kata siapa hanya perempuan yang memiliki naluri merawat bayi? Laki-laki juga bisa, asal mau belajar. Addies mendapatkan cuti selama dua minggu sejak Rei lahir *hebat kantornya euy*, dan tandem dengan saya dalam berbagai perawatan Rei. 

Tangisan demi tangisan Rei pun kami maknai. Tebakan sering salah. Mengira kolik, ternyata growth spurt. Mengira growth spurt, tak tahunya alergi. Kadang untuk membuatnya tenang hanyalah menepuk pantatnya, tetapi kadang tidak ada jawaban apapun atas tangisan. Di kala Rei tidur, saya mandi kilat seperti kesetanan, agar Rei tidak keburu bangun dan menangis karena saya tidak di sampingnya *pantas daki kok gak ilang-ilang? * Pernah saat mandi, tangisan Rei terngiang-ngiang di telinga. Saya buru-buru handukan, dan meski ada sabun tersisa di badan, saya terbirit ke kamar. Rei masih terlelap dengan manis di tempat tidur. Ternyata, saya berhalusinasi. Hari demi hari berlalu, kegugupan dan kepanikan berkurang dan saya sudah bisa menghadapi tangisan Rei lebih santai dari sebelumnya.

Setelah merasakan sendiri dunia motherhood, saya menjadi sangat salut pada para ibu yang berkeputusan merawat anak dan rumah tanpa ART atau babysitter.  Bisa jadi mereka tidak mampu membayar gaji atau punya pengalaman buruk atau ingin merasakan kepuasan dalam mengerjakannya sendiri? Tentunya semua itu pilihan. 

Saya sendiri akhirnya memutuskan untuk bekerja dengan ART. Karena tidak mampu menggaji babysitter, dan karena mendengar babysitter kadang juga kurang memuaskan, maka saya merekrut ART saja. Suatu anugerah yang tak terhingga, ketika Rei memasuki usia empat bulan, kami mendapatkan asisten bernama Sina (27 tahun). Dia belum punya pengalaman merawat anak, bahkan tidak bisa menggendong bayi.  Tetapi buat saya, ART tidak perlu punya segudang pengalaman. Toh saya juga rookie. Yang penting dia mau belajar, jujur dan ikut merawat anak saya dengan kasih sayang. Lambat laun, dia belajar mengasuh Rei dan senang menggendongnya. 

Lega rasanya ketika beban ini terbagi dan mbak Sina sudah membantu saya:
  • Mengurangi sakit punggung.
  • Mengatasi rasa marah dan frustasi akibat kelelahan fisik.
  • Memberikan sedikit waktu untuk diri sendiri: tidur, dipijat, membersihkan daki, belanja, nge-blog, dll. Blog ini hanya bisa dimulai ketika mbak Sina bergabung.
  • Mengurangi beban mental dan kekhawatiran bahwa semua pekerjaan akan tidak selesai dalam sehari: mencuci-menyetrika pakaian, menyapu, mengepel, membereskan tempat tidur, memeras ASI, menangani urin dan pup, menidurkan, memandikan dan mengajak Rei bermain. Kini saya bisa berbagi beban itu.
Tetapi saya terheran-heran mengapa mbak Sina ini sangat hobi menelepon dan ditelepon berjam-jam, bahkan pada dini hari, sekitar 01.00—03.00 pagi? Selain mengganggu orang lain yang sedang tidur, dia jadi kurang tidur dan mengantuk tiap pagi. Mbak Sina kepergok tiga kali menggendong Little Big Rei sambil tidur tanpa gendongan! *ngeri, ngelus dada*.  Tentu saja saya mengekspresikan kekesalan saya dan melarangnya menggendong Rei sampai sekitar seminggu. Akhirnya mbak Sina tidak pernah lagi menelepon di tengah malam dan memakai kain batik kalau menggondeng Rei.

Beberapa kejadian miskom lucu (yang melatih kesabaran saya) juga terjadi, karena pendengaran mbak Sina yang agak terganggu. 

Saya (sambil melepas gendongan kain dari badan): mbak, ada susu berceceran di lantai, tolong di lap.
Mbak Sina mengambil gendongan tersebut dan mencucinya (mengira susunya belepotan di kain).

Saya: mbak, tolong ambilin gendongan.
Mbak Sina mengambil bedongan

Saya: mbak, nggak usah dibuatkan jus melonnya ya.
Mbak Sina ke dapur membuatkan jus melon.

Adik saya: mbak, tolong dong ambilin tang.
Mbak Sina nongol, tergopoh membawa tangga setinggi dua meter di tangannya!

Selebihnya mbak Sina adalah ART yang menetapkan standar tinggi bagi dirinya, yang membersihkan segala sesuatu dengan seksama dan telaten. Kalau tidak ada kerjaan (karena sebagian besar perawatan Rei masih ditangani saya), dia membersihkan bingkai-bingkai foto yang berdebu, langit-langit rumah bersarang laba-laba dan pantat blender cup yang menghitam. Padahal , dia tidak disuruh untuk melakukan  itu semua, dan juga sedang tidak penting-penting amat. Terimakasih ya mbak! 

Rookie mom dan Sina klop!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar