Kini saya merasakan bahwa memang benar tidak ada jam kerja
dan jadwal istirahat yang pasti untuk seorang ibu. Sejak menjadi rookie mom, hidup saya berubah drastis.
Entah mengapa saya yang dulunya doyan
tidur bisa beradaptasi dengan kondisi tidur yang hanya tiga jam sehari? Dan betapa
tersiksanya menyusu Rei pada saat mengantuk berat, amat haus dan kebelet pipis dalam waktu bersamaan. Juga
entah darimana kekuatan berlama-lama menggendong bayi yang kian bongsor? Ibarat
atlit angkat besi, yang ditambahkan beban sedikit demi sedikit, lama-lama
terbiasa mengangkat besi dalam kemampuan maksimum.
Ketika hamil, saya parno
kalau harus memandikan bayi merah di bak mandi. Tapi dengan sedikit mendapatkan
konsultasi di RS, ditambah naluri dan intuisi, timbul keberanian saya untuk memandikan
Rei yang masih merah dan ringkih. Pada akhirnya semua dapat dilakukan karena
belajar. Life’s indeed learning. Dan
kata siapa hanya perempuan yang memiliki naluri merawat bayi? Laki-laki juga
bisa, asal mau belajar. Addies mendapatkan cuti selama dua minggu sejak Rei
lahir *hebat kantornya euy*, dan tandem dengan saya dalam berbagai perawatan Rei.
Tangisan demi tangisan Rei pun kami maknai. Tebakan sering
salah. Mengira kolik, ternyata growth
spurt. Mengira growth spurt, tak
tahunya alergi. Kadang untuk membuatnya tenang hanyalah menepuk pantatnya,
tetapi kadang tidak ada jawaban apapun atas tangisan. Di kala Rei tidur, saya
mandi kilat seperti kesetanan, agar Rei tidak keburu bangun dan menangis karena
saya tidak di sampingnya *pantas daki kok gak ilang-ilang? * Pernah saat mandi,
tangisan Rei terngiang-ngiang di telinga. Saya buru-buru handukan, dan meski
ada sabun tersisa di badan, saya terbirit ke kamar. Rei masih terlelap dengan
manis di tempat tidur. Ternyata, saya berhalusinasi. Hari demi hari berlalu,
kegugupan dan kepanikan berkurang dan saya sudah bisa menghadapi tangisan Rei
lebih santai dari sebelumnya.
Setelah merasakan sendiri dunia motherhood, saya menjadi sangat salut pada para ibu yang berkeputusan merawat anak dan rumah tanpa ART atau babysitter. Bisa jadi mereka tidak mampu membayar gaji atau punya pengalaman buruk atau ingin merasakan kepuasan dalam mengerjakannya sendiri? Tentunya semua itu pilihan.
Saya sendiri akhirnya memutuskan untuk bekerja dengan ART. Karena
tidak mampu menggaji babysitter, dan
karena mendengar babysitter kadang
juga kurang memuaskan, maka saya merekrut ART saja. Suatu anugerah yang tak
terhingga, ketika Rei memasuki usia empat bulan, kami mendapatkan asisten
bernama Sina (27 tahun). Dia belum punya pengalaman merawat anak, bahkan tidak
bisa menggendong bayi. Tetapi buat saya,
ART tidak perlu punya segudang pengalaman. Toh saya juga rookie. Yang penting dia mau belajar, jujur dan ikut merawat anak
saya dengan kasih sayang. Lambat laun, dia belajar mengasuh Rei dan senang
menggendongnya.
Lega rasanya ketika beban ini terbagi dan mbak Sina sudah membantu
saya:
- Mengurangi sakit punggung.
- Mengatasi rasa marah dan frustasi akibat kelelahan fisik.
- Memberikan sedikit waktu untuk diri sendiri: tidur, dipijat, membersihkan daki, belanja, nge-blog, dll. Blog ini hanya bisa dimulai ketika mbak Sina bergabung.
- Mengurangi beban mental dan kekhawatiran bahwa semua pekerjaan akan tidak selesai dalam sehari: mencuci-menyetrika pakaian, menyapu, mengepel, membereskan tempat tidur, memeras ASI, menangani urin dan pup, menidurkan, memandikan dan mengajak Rei bermain. Kini saya bisa berbagi beban itu.
Tetapi saya terheran-heran mengapa mbak Sina ini sangat hobi
menelepon dan ditelepon berjam-jam, bahkan pada dini hari, sekitar 01.00—03.00
pagi? Selain mengganggu orang lain yang sedang tidur, dia jadi kurang tidur dan
mengantuk tiap pagi. Mbak Sina kepergok tiga kali menggendong Little Big Rei
sambil tidur tanpa gendongan! *ngeri, ngelus dada*. Tentu saja saya mengekspresikan kekesalan
saya dan melarangnya menggendong Rei sampai sekitar seminggu. Akhirnya mbak Sina
tidak pernah lagi menelepon di tengah malam dan memakai kain batik kalau menggondeng Rei.
Beberapa kejadian miskom
lucu (yang melatih kesabaran saya) juga terjadi, karena pendengaran mbak Sina
yang agak terganggu.
Saya (sambil melepas gendongan kain dari badan): mbak, ada susu berceceran di lantai, tolong di lap.
Mbak Sina mengambil gendongan tersebut dan mencucinya (mengira susunya belepotan di kain).
Saya: mbak, tolong ambilin gendongan.
Mbak Sina
mengambil bedongan
Saya: mbak, nggak usah dibuatkan jus melonnya ya.
Mbak Sina ke
dapur membuatkan jus melon.
Adik saya: mbak, tolong dong ambilin tang.
Adik saya: mbak, tolong dong ambilin tang.
Mbak Sina nongol, tergopoh membawa tangga setinggi dua meter di tangannya!
Selebihnya mbak Sina adalah ART yang menetapkan standar tinggi bagi dirinya, yang membersihkan segala sesuatu dengan seksama dan telaten. Kalau tidak ada kerjaan (karena sebagian besar perawatan Rei masih ditangani saya), dia membersihkan bingkai-bingkai foto yang berdebu, langit-langit rumah bersarang laba-laba dan pantat blender cup yang menghitam. Padahal , dia tidak disuruh untuk melakukan itu semua, dan juga sedang tidak penting-penting amat. Terimakasih ya mbak!
Rookie mom dan Sina klop!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar