Jumat, 25 Mei 2012

Seven to Eight: Berdansa dengan Alergi

Di rentang usia 7 ke 8 bulan, Little Big Rei dan saya makin sering bercengkerama di kasur. Kami saling berkasih-kasihan, bersentuhan, berciuman, berpelukan dan bergulingan. Kami membaca buku cerita, menonton film Baby Einstein di Android pad, berlatih duduk dan berdiri, dll.



Rei semakin selalu ingin nempel dengan saya, sudah menyadari betul bahwa sayalah tubuh manusia paling nikmat dan nyaman.  Posisi menyusui dengan tidur miring adalah favorit kami berdua. Rei bisa netek sambil beratraksi, yaitu sambil menggeliat-geliat di kasur. Dia juga nenen sambil nyakar dan jambak saya. Sesekali dia gigit puting dengan gusinya dan sayapun meringis kesakitan, berseru: "sakit, nak!". Rei cengar-cengir. Kalau dia masih gigit puting juga, saya 'tutup warung', dan dia pun mewek.

Unik sekali melihat bayi-bayi netek sambil melakukan hal-hal untuk menahan gemas akan payudara dan aliran makanan dari tubuh emaknya. Sebelumnya, saya sudah melihat ulah bayi yang gemas pada ibunya di rumah sakit dan tempat lainnya. Bayi-bayi ini seperti mom-addict, kecanduan ibunya. Waktu itu sayapun membayangkan akankah Rei seperti itu? Sekarang saya betul-betul mengalami dan menikmatinya.

Rei juga makin jago makan dengan pendekatan baby-led weaning, bisa menggenggam makanan dengan potongan yang lebih kecil dari ukuran yang dia pegang di tahap sebelumnya, Six to Seven. Dia sudah mulai makan nasi, protein nabati dan hewani. Dia bisa berlama-lama menggenggam makanan tanpa terjatuh, kecuali sengaja dijatuhkan.

Di balik kelucuan dan kemajuan, ada krisis di tahap ini. Rei sakit batuk pilek selama lebih dari dua minggu. Rasanya ingin unyeng-unyeng, bejek-bejek dan lumat-lumat bapaknya setelah tahu bahwa penyebabnya adalah alergi, bukan virus influenza. Poppa Addies menurunkan alergi ke Rei. Syukurlah, dia sedang bertugas di Jayapura, jadi selamat dari unyengan ;p Tinggal momma yang bingung, frustasi dan merasa bersalah menghadapi Rei yang resah gelisah dan lemah.

Awalnya saya berpikir, kalau virus influenza, paling lambat seminggu, dia pasti sudah sembuh. Jadi saya sengaja tidak pergi ke dokter spesialis anak (DSA) karena parno diberikan antibiotik dan obat-obatan kimia. Betapa banyak perempuan dikibulin dokter dan membawa sekantung penuh obat-obatan yang tidak relevan dengan penyembuhan dan memperparah batuk pilek bayi atau anak.

Saya putuskan merawat Rei dengan pendekatan alami untuk mengeluarkan dahak dan meningkatkan kekebalan tubuhnya, misalnya penguapan ruangan (dengan herbal dan rempah seperti cengkeh, kayu manis, daun mint, daun oregano), memperbanyak ASI, memberikan bawang putih sebagai antibiotik alami dan makanan bergizi kaya Vit C, serta menjemur Rei di bawah matahari pagi.

Dua minggu berlalu dan Rei belum sembuh juga *sesuatu yang aneh, karena kalau ini virus influenza, pasti virus-virus itu sudah letoy*. Batuk pileknya semakin parah di malam dan pagi hari, mereda di siang dan sore hari. Wajah Rei memerah, air matanya menetes, ingusnya meler, batuknya berdahak dan nafasnya grok-grok.  Rasanya ingin menangis melihatnya susah tidur semalaman, apalagi melihat minat makannya menurun. Sakitnya adalah sakitku. Untunglah, tiba-tiba saya tersadar dan curiga batpil ini disebabkan oleh alergi. Jelas kalau begini, home treatment tidak cukup. Saya butuh ahlinya.

Akhirnya pertahanan sayapun runtuh. Saya putuskan membawa Rei dokter spesialis anak (DSA) langganan, yang meng-iya-kan kecurigaan saya dan mengindikasikan bahwa debu atau udara malam yang dingin adalah penyebabnya. Tetapi setelah membaca artikel ini, saya sendiri lebih mencurigai penyebabnya adalah TAHU (toffu) yang dimakan oleh Rei sebelum dia sakit.

Saya katakan pada DSA ini: "Saya bingung dok, binguuuung banget. Kadang saya tidak bisa menelusuri lagi penyebab alerginya. Rasanya pengen nyalahin bapaknya, yang nurunin alergi. Dan kenapa anak saya alerginya jadi lebih banyak dari bapaknya ya?" Tanpa sadar mata saya sedikit berair. Perasaan bercampur antara merasa bersalah dan ingin menyalahkan. DSA ini pun membalas: "Pertama-tama, kalau punya bayi alergi seperti ini, yang harus dilakukan adalah menerimanya dengan ikhlas *sambil meletakkan tangannya di dadanya*. Tidak ada gunanya menyalahkan."


Saya tersentak. Bukankah itu kecenderungan manusia? Menyalahkan orang lain akan krisis yang dialami? Saya menyalahkan Addies karena tidak tega melihat Rei menderita, karena tidak leluasa coba-coba beraneka bahan pangan Indonesia, karena merasa tidak mampu mengidentifikasi penyebab alergi dan gagal menghindarinya, karena kesal dengan four-day rule yang kadang tidak relevan, karena dituntut lebih hati-hati dan tidak bisa cuek.

Sebelum Rei datang ke dunia, satu kata itu, ALERGI, sudah jadi momok menyebalkan. Saya bingung kenapa suami jadi biduran kalau saya sentuh *Indeed. Could you feel what I'm feeling?* dan kecewa karena tidak bisa leluasa membuat makanan yang saya suka demi ingin makan bersama dengannya dengan menu yang sama. Dan kini, galau bertambah karena bila salah menangani bayi alergi, kadang-kadang timbul penyesalan. Saya pun parno, tidak bisa memercayakan orang lain untuk menangani Rei dan khawatir bila meninggalkannya. And sometimes, I'm feeling stuck here, at home, wondering when I could start building my career again. Terjemahannya: mati gaya.

Tetapi menyalahkan orang lain memang tidak membantu, kan?. Saya putuskan untuk menerima situasi ini dan berdansa dengan alergi, seperti ibu saya yang berdansa dengan kankernya. Come on, stand up momma! Saya harus lebih banyak belajar tentang alergi dan penyebabnya. Mengobati alergi bukan jalan keluar yang terbaik, katanya. Mencegahnya lebih efektif. Semoga ada kesempatan untuk tes alergi dan terapi di Children Allergy Clinic milik dr. Widodo Judarwanto, Sp.A. Saya banyak belajar dari situsnya tentang alergi pada anak. Saya kemudian menulis tentang perbedaan batuk pilek pada bayi: flu vs alergi di posting ini.

Saya putuskan pula untuk tidak menyalahkan Addies *kecuali kadang-kadang untuk candaan atau lucu-lucuan ;p. This allergy thing supposes to be just a tiny issue, comparing how lovely-kind-tender-patient-responsive-responsible-gender sensitive- my Addies is to me and Rei. And I'm crazily in love with you Poppa Addies and Little Big Rei ;-*


2 komentar:

  1. i feel you mom, my katha batuk pilek gr2 alergi udh hampir sebulan ini&ampe sekarang aku belum tau dy alergi apa..sedih bgt

    BalasHapus
    Balasan
    1. hi mom. gimana kabarnya katha? sudah mendingan? semoga cepat terdeteksi, jadi alergen bisa dicegah. berdasarkan pengalamanku, anak dgn bakat alergi akan hidup lbh sejahtera bila terhindar dr alergennya. good luck, mom!

      Hapus