Senin, 20 Februari 2012

The Fragile Rei: Handle with Care


Little Big Rei is a fragile baby. Ibarat kristal dalam suatu ekspedisi, dia harus mendapatkan penanganan yang super hati-hati. Kira-kira bahasa bataknya: “Handle with Care”. Rei masih mendapatkan ASI penuh dan sangat sensitif dengan makanan yang saya makan. Seperti pappanya, dia intoleransi terhadap makanan laut. Sementara saya? Saya terlalu suka dengan makanan laut. Terlalu suka. Itu makanan favorit saya sejak masih muda *berasatua*. Selain itu, tahu lah saya, bukan momma yang super duper hati-hati.

Di bulan-bulan pertama menyusui Rei, saya masih cuek. Saya pikir: “masak sih Rei alergi semua item seafood?”. Jadi saya masih  “bodor” makan ini itu, sampai saya melihat bagaimana riilnya Rei ketika alergi. Pantat, kelamin dan selangkangannya berbintik merah alias ruam. Matanya bengkak. Wajahnya lebam dengan bentol-bentol. Rei mengejan, tidak nyaman, seperti kena gatal yang ditahan karena tidak bisa menggaruk. Dia tidak bisa ngomong ke momma-poppa kalau sedang kegatalan, akhirnya hanya bisa merintih, menangis, meratap. 

Sempat pula Rei dituduh rewel oleh kedua ortunya, padahal dia sedang alergi dan kolik (reaksi di perut akibat makanan yang tidak dapat ditoleransi), hasil dari kesalahan orangtuanya. Yang paling parah dia tidak bisa tidur siang dan malam. Oh oh, ini benar-benar tidak bagus untuk pertumbuhan otak dan fisiknya. Akhirnya saya mulai berhati-hati makan dan kini sering diliputi rasa bersalah tiap kali salah makan, dan mengomeli diri sendiri: “Mom, kenapa gak pikir dulu itu komposisinya apa?”. 

Selain intoleransi makanan, kulit Rei juga sensitif terhadap debu, suhu ruangan yang panas, popok yang terlalu lama dipakai, bahan katun hemp, bahan pabrik yang belum dicuci, dan lainnya yang harus saya deteksi lebih lanjut. Untung ada asisten yang bisa membantu saya membersihkan kamar dan rumah dari debu. Kalau malam hari bersuhu panas, Rei harus pakai AC agar tidak gatal kena keringatnya dan bisa tidur lelap *reibakatkayaeuy. 

Tadinya Rei full dipakaikan popok kain modern (cloth diaper/clodi), tapi kini di siang hari saya pakaikan celana pop saja, yang dilapisi alas ompol dan fleece liner. Kalaupun pakai clodi, pemakaiannya maksimal dua jam, tidak bisa 4-8 jam seperti bayi lain. Khusus pada malam hari, saya paksa pakaikan fitted clodi yg outer-nya fleece selama 4-6 jam, dengan menggunakan krim ruam dan fleece liner.  Semua barang berupa kain yang baru dibeli harus dicuci bersih, sampai tidak ada zat kimianya. Kain batik yang biasanya pakai banyak zat perwarna, termasuk salah satu pemicu alergi.

Ya begitulah, punya anak yang sangat sensitif, momma cuek tidak bisa lagi ‘main hajar makanan’, harus rajin mengawasi dan menghindari ‘ancaman’ pemicu alergi, yang kadang terlalu detil. Jangan ditanya apakah saya lelah atau tidak. Ah, tapi saya toh ingin curhat meski tidak ditanya heheh. Ya dong, saya lelah, namanya juga manusia. Saya bahkan frustasi dan sering cemas. Perasaan ini seperti rocket yang meluncur naik turun. Sebentar lega karena ruam dan gatal Rei hilang, eeh tidak sampai besok, kesal dan cemas karena ada ruam lain yang muncul lagi. Kadang pusing tujuh keliling dan patah arang karena sudah gonta ganti krim dan minyak pereda gatal, tapi si bintik binti bentol merah masih betah saja di kulit Rei.

Yah, tapi ini pengalaman hidup, yang akan saya ceritakan kepada Little Big Rei ketika dia sudah besar. Dongeng sebelum tidur: “Once upon a time, a lovely baby boy was born. He grows fast, smart and healthy, but is not happy sometimes because of some allergies. But his momma really very beary loves his nice-cute-handsome baby son and always try at best to protect him. And like a clear crystal, the baby is handled with love and care.. .“

2 komentar:

  1. Hai mbak, lam kenal ya. Sy Mama Alvin. Nemu blog mbak krn gugel ttg BLW, tp keterusan seneng baca tulisan mbak yg lainnya.

    Ttg perasaan spt roket itu sy jg sama. Tp bkn krn alergi. Sy ngalamin bolak balik masalah asi sblm Al 6 bln. Dari mulai asi yg sedikit, bingung puting, pumping kejar tayang, BB minim, sampai penolakan Al minum asip. Al skr 6m3w, dg susah payah bisa lulus S1 asix. Tp sampai skr dia blm bs minum asip dg kemauan sendiri. Hrs tunggu dia tidur dulu, baru dituangi asip dari cup feeder. Klo sempat sadar, acara minum asip jd penuh pergulatan. Segala media minum asip sdh dicoba tanpa hasil positif.

    Sy blm sempat lega stlh meluluskan Al S1, masalah berikutnya ttg makan mpasi. Al jago banget GTM. Walhasil BB yg minim itu skr turun. Sy sdg nyoba BLW, tp so far blm lancar. Hanya kadang2 saja dia mau makan, itu pun hanya bbrp gigitan. Dia ga betah lama2 makan, jangankan sampai 30 menit.

    Sy hrsnya ga usah khawatir krn utk bayi seumur Al gizinya msh tercukupi sebagian besar dari asi. Ya kan? Oh tidaakk... Al mendadak menunjukkan gejala awal bingput lg. Ditambah produksi perahan sy sdg menurun.

    Perasaan kok ya ga ada habisnya kesulitan yg muncul ini. Makanya jd ngerasa 'sy banget' wkt baca perasaan mbak ttg roket yg naik turun itu.

    Maaf mbak ya, sy jd numpang curhat, hehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks curhatnya mom. Sabar ya soal BLW. Dikombinasi saja antara nyuapin dengan BLW. Kadang aku gitu juga ke rei. Nyuapin sambil dia ngendalikan ayam pentung atau kepala ikan. Heheheh

      Hapus